JAKARTA, INDONESIA PARLEMEN – Dalam membangun sebuah perusahaan tentu tidak bisa dilepaskan dari ikatan utang. Hal itu bertujuan agar sebuah perusahaan bisa terus berkembang dengan ekspansi. Pernyataan tersebut di sampaikan Menteri BUMN Rini Soemarno kepada Wartawan di Jakarta, Kamis (28/9/2017).

Rini mengutarakan, hal itu merupakan respons lanjutan ia dari surat Menkeu Sri Mulyani Indrawati kepada dirinya dan juga Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan terkait kondisi keuangan PT PLN (Persero) yang berpotensi gagal bayar utang. Dalam surat tersebut, disampaikan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bahwa kinerja PLN ditinjau dari sisi keuangan terus mengalami penurunan.

Hal itu seiring semakin besarnya kewajiban korporasi untuk memenuhi pembayaran pokok dan bunga pinjaman yang tidak didukung dengan pertumbuhan kas bersih operasi. Lebih lanjut Rini menjelaskan, PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) sebagai salah satu perusahaan BUMN juga termasuk ke dalam korporasi yang tak bisa lepas dari utang.

”Yang harus dilakukan PLN, utang harus ada. Kalau bangun satu perusahaan agar bisa berkembang harus ada utang,” paparnya. Dikatakannya,PLN terus menjaga rasio utang untuk membeli aset perusahaan (leveraging) dan rasio utang terhadap permodalan (debt to equity ratio/DER).

“Lakukan leveraging dengan terjaga, DER terjaga. Make sure kita lakukan investasi dengan aset yang harus berharga,” katanya. Maksud dari aset berharga, terang dia adalah jika suatu saat ingin melakukan pinjaman, maka ada jaminan yang berkualitas. Sehingga, kreditur dapat percaya terhadap perusahaan.

“Misalnya aset berupa powerplant, powerplant-nya bisa jalan, produksi listrik dengan harga efisien. Jadi, kalau perlu aset, kita jual enggak ada masalah, kita lihat juga sebelumnya pernah punya 46.000 mega watt, sebagian IPP, sebagian besar PLN,” tambahnya. (Jones)