JEPARA – Sebagai simbul keinginan untuk bersahabat serta merawat alam, masyarakat Dukuh Tretes Desa Jinggotan Kecamatan Kembang, menggelar tradisi tawur bubur pada Minggu, (05/11/2017) siang di hutan Sono. 

Acara tersebut juga ditandai dengan penyerahan bibit pohon beringin karet dari Yayasan Kartini Indonesia oleh Ny.  Hesti Nugroho dan Ketua YKI Hadi Priyanto. Bibit itu akan ditanam di sepanjang sungai yang ada di hutan tersebut. 

Tradisi ini menurut Didin Ardiansyah,  panitia dan juga Ketua Estetika Jungpara, juga sebagai bentuk ucapan syukur kepada Tuhan. “Ritual tawur bubur atau yang dikenal selamatan bubur abang putih ini merupakan sebuah tradisi masyarakat untuk mengawal program pembangunan di desa atau khajat desa dalam rangka mencari solusi dari sebuah permasalahan atau bencana yang mengancam  desa, ” ujar Didin Ardiansyah. 

Tahun ini kenduri tawur bubur di fokuskan untuk mengawal kelestarian mata air atau belik istilah masyarakat desa Jinggotan dari permasalahan sulitnya air untuk kebutuhan sehari-hari. “Para petani di desa tersebut juga mengaku kesulitan untuk dapat mengair sawahnya, lantaran sungai dalam kondisi kering,” ujar Didin. 
Bendungan yang ada tidak mampu memenuhi kebutuhan air untuk keperluan sehari-hari maupun untuk pengairan sawah. Di jelaskan oleh Didin Ardiansyah   kegiatan tahun ini mengambil salah satu nama dukuh yang ada di desa jinggotan yaitu dukuh Tretes. Asal usul nama dukuh ini berasal dari sebuah nama Mata air yang muncul dari batu padas yang mengeluarkan tetesan air. Walaupun cuma meneteskan air namun bisa memenuhi kebutuhan masyarakat kala itu. Selain aliran airnya menuju ke sungai dukuh dukuh sebelah. “Mata  air kecil tapi tidak pernah kering walau musim kemarau panjang. Maka dari itu para leluhur menjadikan nama dukuh tersebut dengan nama tretes dengan harapan walaupun sumbernya kecil tapi tetap mengeluarkan air untuk kelangsungan hidup manusia dan alam seisinya,” ungkap Didin. 

Tawur bubur yang berlangsung Minggu siang itu dimulai dengan arakan masyarakat membuat dan membawa bubur untuk dikumpulkan jadi satu di mata air tersebutm Kemudian dilanjutkan berdoa bersama. Setelah memakan sedikit dan meyisakan bubur tersebut untuk pasukan
Yang melakukan prosesi tawur bubur atau perang bubur yang dilakukan oleh anak anak dan remaja.  Suasananya sangat meriah karena ketika prosesi di mulai  diiringi musik gamelan. (Jones)