JEPARA – Kegelisahan sejumlah seniman,  pegiat budaya dan praktisi pendidikan melihat kenyataan semakin menipisnya kecintaan masyarakat terhadap kearifan budaya lokal ditumpahkan dalam Jagong Budaya yang diselenggarakan oleh Yayasan Kartini Indonesia dan Komunitas Estetika Jungpara Minggu ( 12/11) malam di sekretariat YKI di desa Bondo, Jepara.

Iskak Wijaya yang memantik pertemuan itu dengan makalah tentang Kritik Kebudayaan, teori dan cara pandang mengungkapkan pentingnya kebudayaan sebagai pondasi pembangunan. “Sayang pondasi itu semakin diabaikan hingga bangunan yang megah itu kurang  kuat menghadapi guncangan,” ujar Iskak Wijaya. 

Sementara Maswan mengungkapkan,  lembaga pendidikan yang harusnya menjadi penjaga kearifan budaya belum dapat menjalankan fungsinya. “Sepertinya ada konsep yang harus kita perbaiki bersama,” ujar Maswan, dosen di Unisnu Jepara yang terpilih menjadi anggota Dewan Pendidikan Propinsi Jawa Tengah. 

Hal senada juga diungkapkan oleh Ichwan Cahyono,  seorang pegiat budaya anak yang juga seorang guru SD. ” Seni tradisi,  harusnya mulai diajarkan kepada anak-anak hingga tumbuh kecintaannya pada budaya sendri.  Sayang tidak semua guru bisa melakukan,” ujar Ichwan Cahyono. 

Kondisi itulah yang mendorong padepokan Cakra Latifah akan menyelenggarakan pelatihan tembang mocopat untuk para guru akhir bulan ini. ” Harapan kami mendapatkan tanggapan dari dinas Pendidikan,” ujar Ki Dalang Hendro Kartiko, pimpinan padepokan Cakra Latifah. 

Sementara Leo Rameli,  seorang seniman ukir mengungkapkan kecemasan terhadap pelestarian seni ukir di Jepara.  ” Kita tidak bisa berharap lagi pelestarian seni ukir melaluai lembaga pendidikan. Ironis di Jepara tidak ada lagi sekolah ukir,  baik formal maupun informal. Upah tukang ukir juga relatif rendah,  hingga banyak yang beralih ke sektor lain,” ungkap Leo Rameli. 

Oleh karena itu, Arif Darmawan, salah satu birokrat yang hadir pada jagong budaya mengusulkan, agar hasil dan tindak lanjut dari pertemuan tersebut di komunikasikan kepada pemerintah. “Agar ada sinergitas bersama dalam memperkuat kearifan budaya lokal,” ujar Arif Darmawan. 

Sinergitas itu juga yang disampaikan oleh Latifun. “Jepara sangat kaya budaya lokal.  Sayang jika semakin hilang karena tergerus waktu,” tambah Latifun. 

Agar kecemasan dan keprihatinan itu menjadi perhatian bersama, Wienarto mengusulkan agar dibentuk forum budaya bersama. Harapannya identifikasi persoalan, rekomendasi dan tindak lanjutnya dapat dikomunikasikan kepada para pemangku kepentingan. 

Sedangkan Ketua YKI, Hadi Priyanto yang menggagas jagong budaya mengungkapkan untuk lebih mengkongkritkan keinginan para peserta,  akan dilakukan pertemuan lanjutan pada akhir bulan ini. “Walaupun kita harus berjalan dijalan yang sunyi,  terjal dan licin kita harus terus menyebarkan virus budaya lokal untuk masa depan Jepara yang lebih baik karena dibangun diatas pondasi budaya yang kuat,” ujarnya. (Sur)