LANGSA – Revitalisasi kawasan jalan A. Yani Simpang Comodore – Simpang Tugu Lantas ( Tahap III) yang dikerjakan PT. BRIPONA JAYA ABADI dengan pagu Rp 4.987.585.800 diduga dalam pengerjaannya menggunakan material yang tidak sesuai spesifikasi teknis sehingga menimbulkan kerugian negara.
Hal tersebut disampaikan Adi Suriono, mantan pegawai PUPR Kota Langsa saat ditemui Indonesia parlemen .com, Kamis (14/12/2017) kemarin di Langsa.

Menurut Adi Suriono, pengecoran bahu jalan tersebut seharusnya menggunakan kerikil bersih bukan sirtu (Pasir Batu_red) kotor dan berwarna kuning seperti material yang ditumpuk di Jalan Medan – Banda Aceh, tepatnya lewat Simpang Komodor, Kecamatan Langsa Barat, Kota Langsa.

“Material tersebut yang digunakan untuk melaksanakan pengecoran bahu jalan di Jalan Ahmad Yani, Kota Langsa,” ujar Adi Suriono yang merupakan Ahli Tehnik Bangun pada saat menjabat sebagai PPTK di Dinas PUPR lalu.

Adi Suriono menjelaskan, dengan dirubahnya material dari kerikil bersih menjadi sirtu kotor dan berwarna kuning, disamping mutu pekerjaan berkurang juga rekanan merugikan negara. Karena dari perubahan material tersebut sudah jelas berbeda selisih harga dalam perkubiknya.

Sebenarnya, sambung Adi Suriono, jika pihak Dinas PUPR Kota Langsa khususnya di Bidang Cipta Karya seperti PPTK dan Konsultan Pengawas benar-benar menjalankan fungsinya, maka tidak mungkin pihak rekanan berani mengoplos material dari Kerikil bersih diganti dengan sirtu kotor berwarna kuning.

“Dengan kata lain pekerjaan pengecoran bahu jalan tersebut tidak ada pengawasan, sehingga pihak rekanan dapat berbuat sesuka hatinya asal mendapat untung yang besar,” cetus Adi Suriono.

“Kita berharap kepada pihak terkait untuk dapat mengawasi pembangunan segala proyek di Kota Langsa, karena pengawasan yang benar-benar dijalan merupakan salah satu dukungan kepada Pemko Langsa yang memiliki program membangun daerah untuk masyarakatnya,” pungkasnya.

Sementara itu, Samsul, Kabid Cipta Karya Dinas PUPR Kota Langsa saat dikonfirmasi Indonesia parlemen .com, melalui telepon seluler, Sabtu (16/12/2017) mengatakan bahwa sirtu kotor yang dipakai dalam pengecoran tersebut sudah dibersihkan sebelum digunakan.

“Material tersebut berasal dari Sungai Arakundo, dan penggunaan sirtu itu karena kelangkaan material,” ujarnya.

Lagi pula, sambung Samsul, pengerjaan proyek dari Peureulak sampai ke Aceh Utara menggunakan material dari Sungai Arakundo, dan aman-aman saja. Terkait warna material itu bukan suatu masalah yang dapat mengurangi kualitas beton.

“Dalam pengerjaan proyek tersebut, kami meminta simpel mutu beton yang ditetapkan menggunakan K 175. Untuk pengawasan dilapangan selalu ada di lapangan,” pungkasnya. (Iqbal)