MALANG – Orasi Ilmiah yang disampaikan Menteri Keuangan (Menkeu) dalam Dies Natalis ke 55 Universitas Brawijaya sangat sesuai dengan kondisi indonesia saat ini, mengawali 2018 kita perlu menjaga momentum perbaikan ekonomi untuk perbaikan merata dan berkeadilan.
Menurutnya, perkembangan ekonomi suatu negara mengikuti strategi, kebijakan dan momentum. Sejak kemerdekaan Republik Indonesia 1945, berbagai episode telah dilalui mulai era commodity boom dan strategi pembangunan di tahun 70-an dan 80-an yang sempat membuat Indonesia mencatatkan pertumbuhan ekonomi gemilang, hingga episode krisis keuangan Asia yang meruntuhkan ekonomi Indonesia.

“Era reformasi ekonomi merupakan kombinasi perubahan kebijakan dan institusi seperti; terbentuknya Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang independen, terbentuknya Otoritas Jasa Keuangan dan Lembaga Penjamin Simpanan, serta dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2016 mengenai pencegahan dan penanganan krisis sektor keuangan,” ujar Menkeu Sri Mulyani Widyawati dalam Rapat Terbuka Senat Universitas Brawijaya (UB) dalam rangka Dies Natalis ke-55 di gedung Samantha Krida UB, Jum’at (5/1/18) siang.

Di bidang Keuangan Negara telah dibangun berbagai peraturan perundangan-undangan seperti Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.

Perbaikan kesejahteraan rakyat dapat berkesinambungan dan dinikmati dari generasi ke generasi. Dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 5,6 persen pada 10 tahun terakhir, Indonesia menempati ranking tertinggi ketiga di antara negara G-20 setelah Tiongkok dan India.

Dilihat dari ukuran ekonomi, Indonesia menempati urutan ke 16 di antara anggota G-20, dengan tingkat pendapatan perkapita meningkat dari US$830 di tahun 2000 menjadi US$3,570 di tahun 2016, dan mengangkat status Indonesia dari low income country menjadi middle income country.

Posisi ini penting, yang mengharuskan untuk terus menjaga momentum perbaikan, dan kemajuan yang tidak hanya penting bagi Indonesia namun juga dunia. Menjaga momentum perbaikan ekonomi dilakukan melalui  perkuatan sisi produksi, memperkuat sisi permintaan, serta membangun institusi dan regulasi yang baik.

Tantangan perekonomian global dunia masih penuh ketidakpastian, sehingga penting bagi Indonesia untuk terus memperkuat fondasi ekonomi domestik didalam memperkuat sisi produksi dan menjaga permintaan.

“Program Indonesia Pintar (PIP), yaitu bantuan untuk siswa/siswi berasal dari keluarga atau rumah tangga miskin dengan sasaran anak usia sekolah 6 sampai 21 tahun yang bersekolah maupun yang tidak bersekolah dari keluarga tidak mampu. Program ini dianggap cukup efektif dan telah memberikan kontribusi penurunan sekitar 7,7 persen dari rata-rata pengeluaran kelompok rumah tangga miskin,” jelasnya.

Di sisi domestik tantangan dalam bentuk kemiskinan dan ketimpangan harus diatasi. Pada priode 2014 – 2017, rata-rata penurunan tingkat kemiskinan mulai dapat ditingkatkan lagi menjadi 0,7 percentage point. Pemerintah akan terus menjaga mome tum pengurangan kemiskinan. Meskipun ketimpangan pendapatan yang diukur dengan koefisien gini meningkat sekitat 0,6 poin menjadi 0,41 pada tahun 2012 dan relatif stagnan hingga tahun 2015, dengan berbagai program pembangunan yang inklusif, ketimpangan telah mampu menurun menjadi 0,39 di akhir periode 2016.

Dari sisi ketenagakerjaan, tingkat pengangguran saat ini adalah 5,5 persen, namun pengangguran di kalangan penduduk usia muda antara 15-19 tahun mencapai 21,8 persen. Tingkat pengangguran terbuka (TPT) lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah paling tinggi yaitu sebesar 11,41 persen, diikuti lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) sebesar 8,29 persen.

Sri Mulyani juga berpesan kepada para civitas akademika UB, agar terus mengawal dan membantu menciptakan cita-cita kesejahteraan masyarakat sesuai cita2 kemerdekaan, yaitu mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur dan berkesinambungan, melalui fungsi pendidikan. “Pengentasan kemiskinan, ketimpangan dan penciptaan kesempatan kerja adalah prioritas pembangunan pemerintah,” papar Sri.

Universitas Brawijaya diharapkannya turut menjaga agar integritas SDM dapat membantu Indonesia menjadi negara yang lebih bersih. Karena korupsi selain menurunkan martabat sebagai bangsa, juga mengurangi/menghilangkan kesempatan untuk mengakselerasi kesejahteraan masyarakat misalnya melalui kebocoran anggaran. (Truspaldi/Jones)