INDRAMAKMUR – A. Latif (56) warga Desa Seuneubok Bayu Kec. Indramakmur yang terpilih menjadi Kepala Desa Setempat, Kabupaten Aceh Timur, pada pilkades 10 Desember 2017 kemarin, diduga Kuat menggunakan ijazah palsu pada saat pencalonan. A. Latif terpilih menjadi Keuchik (Kades) Periode 2017-2023 setelah berhasil memenangkan Pilkades tahun lalu dengan mengalahkan rivalnya yang hanya meraih suara 45%. HA (50) salah seorang warga desa setempat yang memberikan keterangan kepada Ormas DPC LAKI Aceh, Rabu malam (10/01) disalah satu warung kopi desa Seuneubok Bayu, Kec. Indra Makmur, sangat berharap pilkades yang dilaksanakan pada tahun 2017 lalu itu diusut kembali keabsahannya. 

Menurut Ha pilkades yang berlangsung pada 10 Januari 2017, sarat penyimpangan, terutama dalam hal kelengkapan syarat administrasi pendaftaran. Padahal mereka sebelumnya juga sudah melaporkan dugaan kepemilikan ijazah palsu A. Latif calon keuchik ke pihak panitia pemilihan kepala desa (P2KD). Lanjut Ha, A. Latif diduga kuat telah memalsukan surat keterangan pengganti ijazah SD, paket B dan C untuk pencalonan dirinya. Sebab salah satu syarat menjadi Kades adalah serendah-rendahnya harus lulusan SLTP/Sederajat.

Namun laporan itu seolah tidak digubris. Hal itu terbukti dengan tetap diloloskannya A. Latif oleh P2KD menjadi Calon Keuchik Seuneubok Bayu pada saat itu. Keterangan warga yang disampaikan kepada Ketua Ormas Dewan Perwakilan Daerah Laskar Anti Korupsi Indonesia (DPD LAKI) Aceh, Mukhsin, juga dilengkapi data dokumentasi surat keterangan pengganti ijazah untuk SD, paket B dan C. Serta surat yang lainnya.

Berdasarkan peraturan menyatakan bahwa, menggunakan ijazah palsu dalam UU Desa memang tidak ada sanksi khusus terkait penggunaannya. Akan tetapi, merujuk pada ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, kepala desa tersebut dapat dipidana penjara paling lama 6 (enam) tahun. Jika kepala desa tersebut menjadi tersangka untuk tindak pidana penggunaan surat palsu (dalam hal ini ijazah palsu), jikapun terlanjur telah dilantik kepala desa tersebut harus diberhentikan sementara oleh Bupati/Walikota. Jika ia kemudian terbukti melakukan tindak pidana tersebut dan menjadi terpidana, maka ia harus diberhentikan oleh Bupati/Walikota.

Dalam hal ini menurut keterangan Ha selaku warga desa Seuneubok Bayu, A. Latif telah terpilih namun belum dilantik. Semoga saja bupati Aceh Timur tidak terburu-buru melakukan pelantikan terhadap A. Latif (keuchik terpilih), meski telah memenangkan pilkades pada waktu lalu.

“Kepala desa adalah salah satu unsur penyelenggara pemerintah desa yang dibantu perangkat desa. Bupati mesti mempertimbangkan kelayakan A. Latif untuk menjabat keuchik (kepala desa) Seuneubok Bayu, dikarenakan jauh-jauh hari warga sudah memprotes terhadap kebenaran ijazah calon keuchik kepada pihak panitia pemilihan kepala desa. Bukan lagi sebuah rahasia, kalau A. Latif itu diduga kuat tidak bisa baca tulis mengapa memiliki Ijazah SD, paket B dan C. Kemungkinan dugaan itu Bupati Aceh Timur, H. Hasballah M. H. Thaib juga mengetahuinya. Karena A. Latif juga termasuk tim kemenangan Bupati Aceh Timur, H. Hasballah M. H. Taib pada pilkada beberapa tahun lalu”. Kutipan keterangan beberapa warga yang sangat meyakinkan dugaan ijazah yang didaftarkan A. Latif saat mencalonkan diri sebagai keuchik pada saat itu palsu.

“sebodoh-bodohnya manusia, jika telah menempuh pendidikan tingkat SD, SMP dan SMA meskipun mengikuti program paket pasti bisa baca tulis.” Ungkap warga. 

Terkait penggunaan ijazah palsu, perlu diketahui bahwa ini merupakan tindak pidana pemalsuan surat, sebagaimana diatur dalam Pasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”):

(1)  Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat, yang dapat menerbitkan sesuatu hak, sesuatu perjanjian (kewajiban) atau sesuatu pembebasan utang, atau yang boleh dipergunakan sebagai keterangan bagi sesuatu perbuatan, dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat-surat itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, maka kalau mempergunakannya dapat mendatangkan sesuatu kerugian dihukum karena pemalsuan surat, dengan hukuman penjara selama-lamanya enam tahun.

(2)  Dengan hukuman serupa itu juga dihukum, barangsiapa dengan sengaja menggunakan surat palsu atau yang dipalsukan itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, kalau hal mempergunakan dapat mendatangkan sesuatu kerugian.

Untuk kejelasan lebih lanjut soal pemalsuan ijazah dapat Anda simak dalam artikel,Ancaman Hukuman Buat Pengguna Ijazah Palsu dan oknum yang telah melakukan pemalsuan Ijazah pada masa 15 Tahun Lalu, itu masih bisa dilakukan penuntutan secara hukum.

Oknum kepala desa tersebut dapat dipidana meskipun sudah teredam puluhan tahun lamanya jika menggunakan ijazah palsu. Pasal 41 UU desa telah mengatur bahwa, jikapun oknum kepala desa tersebut telah dilantik sebagai kades (kepala desa) namun menjadi terdakwa atas dugaan penggunaan ijazah palsu, maka kepala desa itu juga terancam dapat diberhentikan sementara.

Kepala Desa diberhentikan sementara oleh Bupati/Walikota setelah dinyatakan sebagai terdakwa yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun berdasarkan register perkara di pengadilan.

Jika kepala desa terbukti melakukan tindak pidana menggunakan ijazah palsu, kepala desa tersebut dapat diberhentikan. Hal ini sebagaimana disebutkan dalamPasal 43 UU Desa:

Kepala Desa yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 dan Pasal 42 diberhentikan oleh Bupati/Walikota setelah dinyatakan sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Lanjut Mukhsin Ketua Ormas LAKI, “kami akan segera melaporkan dugaan penggunaan ijazah palsu ini ke ranah hukum Aceh Timur secepatnya, kepada Bupati Aceh Timur kita harapkan untuk tidak terburu-buru melakukan pelantikan kepada A. Latif (kades terpilih), dikarenakan kuat dugaan kades tersebut menggunakan ijazah palsu. Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan warga pada waktu itu bahwa, A. Latif disinyalir positif tidak bisa baca tulis.

“Bagaiman cara memiliki ijazah sampai tingkat SMA tapi disinyalir tidak bisa baca tulis. Siapa yang ikut dalam menghalaukan perkara ini akan ikut merasakan siksa tuntutan pidananya dan kepada pihak aparat hukum wilayah Aceh Timur sangatlah mudah untuk melakukan penyelidikan kasus ini nantinya, hanya perlu diuji baca tulisnya saja. Bisakah oknum keuchik itu baca tulis atau tidak.” semoga kepemimpinan dasar dinegara republik Indonesia ini tidak diobok-obok oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab,” pungkas Mukhsin. (Yuni)