JAKARTA – Peringatan Hari Pers Nasional (HPN) yang jatuh setiap tanggal 9 Februari, pada tahun ini diadakan di Padang, Sumatera Barat. Setiap tahun HPN diadakan diberbagai kota di Seluruh Indonesia.

Namun dari tahun ke tahun usai digelarnya HPN tidak ada esensi yang membanggakan ataupun kinerja dari Dewan Pers yang dirasakan oleh para Jurnalis untuk kesejahteraan maupun perlindungan bagi Insan Pers saat melakukan tugas Jurnalistiknya.

Untuk siapa Dewan Pers ada di Republik Indonesia ini? Hal tersebut sering menjadi pertanyaan para Jurnalis saat menghadapi kendala dalam melakukan tugas jurnalistiknya dilapangan.

Sebab, penganiayaan, Pengusiran, Penghadangan, bahkan hingga terjadi Pembunuhan dan kriminalisasi yang dialami oleh para Jurnalis di lapangan masih terjadi dan FPII tidak melihat tindakan yang dilakukan Dewan Pers terhadap kejadian-kejadian itu. Dewan Pers dinilai hanya diam tutup mata dengan apa yang dialami oleh para pencari berita dilapangan.

Padahal tercantum dalam Bab V pasal 15 UU Pokok Pers, Nomor 40 Tahun 1999. yang berbunyi :

1. Dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional, dibentuk Dewan Pers yang independen.

2. Dewan Pers melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut :

a. melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain;

b. melakukan pengkajian untuk pengembangan kehidupan pers;

c. menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik;

d. memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers;

e. mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat, dan pemerintah;

f. memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan dibidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan;

g. mendata perusahaan pers;

Menurut Ketua Presidium FPII, Kasihhati, dalam perjalannya Dewan Pers belum melakukan apa yang diamanatkan oleh UU PERS No. 40 tahun 1999 dalam pembinaan maupun kesejahteraan bahkan perlindungan bagi insan pers.

“Untuk apa HPN diadakan? apa hanya untuk menyampaikan pengumuman berapa banyak perusahan pers dan organisasi pers yang diakui di Indonesia? ” Kata Kasihhati kepada Waryawan di Jakarta, Jumat (9/2/2018).

“Seharusnya yang perlu dievaluasi dan dilakukan perbaikan setiap memperingati Hari Pers Nasional yaitu apa yang tertuang dalam undang-undang pokok Pers Nomor 40 Tahun 1999 Bab II tentang Asas, Fungsi, Hak, Kewajiban dan Peranan Pers, bukan soal klaim mengklaim mana yang diakui mana yang tidak diakui.” tambah Perempuan yang akrab dipanggil Bunda ini.

Menurut Bunda, kalau hanya ini yang dikerjakan Dewan Pers sampai kapanpun keadaan Pers di Indonesia akan sulit maju dan berkembang. Pasal II undang-undang pokok Pers Nomor 40 tahun 1999 tersebut harus ditinjak lanjuti dalam bentuk tindakan nyata, dengan memberikan kesempatan yang sama kepada seluruh organisasi jurnalis atau perusahaan Pers di Indonesia selama organiasi dan perusahaan Pers tersebut memenuhi legalitas yang sah yang diakui oleh negara.

Bunda Kasihhati mengkritisi anggaran untuk mengadakan HPN maupun anggaran-anggaran terkait pembinaan Wartawan.

“Berani tidak Dewan Pers membuka ke publik berapa besar anggaran yang di terima pertahun dan apa saja yang sudah dilakukan dengan anggaran tersebut”, tantang Kasihhati.

Terkait dengan Organisasi FPII yang dipimpinnya, Kasihhati tidak memperdulikan diakui atau tidak diakui oleh Dewan Pers. Kasihhati mengaku bangga dengan FPII yang mampu berdiri sendiri, dibandingkan dengan organisasi pers yang dibiayai dari anggaran negara tetapi program kerjanya tidak jelas, kasihhati sangat yakin ke depan FPII akan dapat membawa perubahan bagi masa depan Kebebasan Jurnalisme di Indonesia. Demikian FPII. (Team)