Jakarta – Penerapan sistem Industry 4.0 dinilai dapat menghasilkan peluang pekerjaan baru yang lebih spesifik, terutama yang membutuhkan kompetensi tinggi. Untuk itu, dibutuhkan transformasi keterampilan bagi sumber daya manusia (SDM) industri di Indonesia yang mengarah kepada bidang teknologi informasi.

Hal tersebut disampaikan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kementerian Perindustrian, Ngakan Timur Antara mewakili Menteri Perindustrian pada kuliah umum mahasiswa dan dosen Departemen Teknik Mesin dan Industri, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta, Selasa (20/2). Tema yang diangkat Kepala BPPI adalah Strategi Indonesia Menyongsong Era Industry 4.0.

“Studi yang dilakukan terhadap industri yang ada di Jerman menunjukkan bahwa permintaan tenaga kerja akan meningkat secara signifikan hingga 96 persen, khususnya di bagian R&D dan pengembangan software,” ungkap Ngakan.
Ia menambahkan bawa terjadi shifting pekerjaan karena penerapan Industry 4.0. “Pekerjaan nanti tidak hanya di manufaktur saja, akan berkembang ke supply chain, logistik, R&D. Selain itu, yang di sektor manufaktur juga perlu rescaling atau up-scaling untuk memenuhi kebutuhan,” ujarnya.

Istilah Industry 4.0 ini pertama kali muncul di Jerman pada tahun 2011. Pada pertemuan World Economic Forum 2015, Kanselir Jerman Angela Merkel menjelaskan, revolusi industri keempat merupakan sistem yang mengintegrasikan dunia online dengan produksi industri.
Dengan penggunaan teknologi terkini dan berbasis internet, menurut Ngakan, muncul pula permintaan jenis pekerjaan baru yang cukup banyak, seperti pengelola dan analis data digital, serta profesi yang dapat mengoperasikan teknologi robot untuk proses produksi di industri.

“Bahkan, ada beberapa potensi keuntungan yang dihasilkan sebagai dampak penerapan konsep Industry 4.0,” ujarnya. Keuntungan tersebut, antara lain mampu menciptakan efisiensi yang tinggi, mengurangi waktu dan biaya produksi, meminimalkan kesalahan kerja, dan peningkatan akurasi dan kualitas produk.
Agar menjamin keberlangsungan sistem Industry 4.0 berjalan secara optimal, Ngakan menyebutkan, ada beberapa prasyarat yang harus dipenuhi oleh industri. Kebutuhan penunjang itu di antaranya adalah ketersediaan sumber daya listrik yang melimpah, murah, dan kontinyu, serta ketersediaan infrastruktur jaringan internet dengan bandwidth yang cukup besar dan jangkauan luas (wide coverage).

Selanjutnya, ketersediaan data center dengan kapasitas penyimpanan yang cukup banyak, aman dan terjangkau,ketersediaan infrastruktur logistik modern, dan kebijakan ketenagakerjaan yang mendukung kebutuhan industri sesuai dengan karakter Industry 4.0.

“Tahun 2018 ini kami akan melakukan sosialisasi besar-besaran untuk industry 4.0,” jelasnya. Kemenperin pun telah membuat program pendidikan vokasi yang mengusung konsep link and matchantara industri dan SMK. “Kami juga punya beberapa balai diklat yang bisa dipakai oleh industri untuk meningkatkan kemampuan tenaga kerjanya,” lanjut Ngakan.

Sebelumnya, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyampaikan, implementasi Industry 4.0 mampu meningkatkan produktivitas, penyerapan tenaga kerja, dan perluasan pasar bagi industri nasional. Namun, peluang yang ditimbulkan era tersebut perlu membutuhkan keselarasan antara perkembangan teknologi terkini dengan kompetensi SDM yang tinggi.

“Revolusi Industry 4.0 merupakan upaya transfomasi menuju perbaikan dengan mengintegrasikan dunia online dan lini produksi di industri, di mana semua proses produksi berjalan dengan internet sebagai penopang utama,” jelasnya.

Oleh karena itu, ada tiga hal yang mutlak dipelajari dan dikuasai oleh SDM industri Indonesia agar dapat bersaing di era Industry 4.0, yakni Bahasa Inggris, Statistik, dan Koding. “Ini bisa dipelajari dalam enam bulan. Kami yakin, Indonesia siap menjadi solusi dalam Industry 4.0 dan digital ekonomi,” tegasnya.

Menurut Menperin, era revolusi industri keempat tidak bisa lagi dihindari karena saat ini sudah berjalan. Untuk itu, pihaknya membuat roadmap Industry 4.0 dan terus melakukan sosialisasi kepada seluruh stakeholders agar siap menghadapi dan memanfaatkan kesempatan tersebut. “Kami juga sedang mempelajari dari negara-negara lain yang telah menerapkannya, sehingga bisa kita kembangkan Industry 4.0 dengan kebijakan berbasis kepentingan industri dalam negeri,” ujarnya.

Beberapa negara yang memiliki program-program untuk mendukung industrinya menuju Industry 4.0, antara lain yaituJerman, Inggris, Amerika Serikat, Tiongkok, India, Jepang, dan Korea Selatan. Di lingkup ASEAN, negara Thailand dan Vietnam juga sudah membuat roadmap Industry 4.0. “Negara lain saat ini ada di tahap awal juga walaupun kesiapan masing-masing negara punya perbedaan, sehingga kita belum tertinggal jauh,” jelas Ngakan.


Berkontribusi 70 persen

Kemenperin tengah memprioritaskan pengembangan di lima sektor industri nasional yang akan menjadi percontohan dalam implementasi sistem Industry 4.0, yakni indutri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian jadi, otomotif, elektronik, dan kimia.

“Di mana kelima sektor tersebut diprediksi pada tahun 2030 akan berkontribusi sebesar 70 persen dari total PDB manufaktur, 60 persen untuk ekspor manufaktur dan 65 persen peningkatan pada jumlah tenaga kerja di sektor manufaktur,” kata Kepala BPPI Ngakan Timur Antara.

Tidak hanya industri skala besar, Kemenperin juga mendorong kepada industri kecil dan menengah (IKM) agar ikut menangkap peluang di era Industry 4.0. “Kemenperin telah meluncurkan program e-Smart IKM. Ini yang perlu dimanfaatkan oleh mereka untuk lebih meningkatkan akses pasarnya melalui internet marketing,” imbuhnya.

Lebih lanjut, mengenai kebijakan e-smart IKM, ditujukan dalam rangka peningkatan kesempatan IKM nasional dalam mempromosikan produknya lebih masif melalui platform digital. Apalagi, Kemenperin telah melakukan penandatanganan perjanjian kerja sama dengan beberapa marketplace dalam negeri, di antaranya Tokopedia, Blibli, Shopee, Bukalapak dan Blanja.

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyatakan, implementasi Industry 4.0 akan membawa beberapa keunggulan pada tahun 2030, di antaranya kesiapan menjadi salah satu dari sepuluh negara dengan PDB terbesar di dunia, sebesar 10 persen ekspor akan berkontribusi kepada PDB, mencapai dua kali lipat produktivitas tenaga kerja, dan sekitar dua persen kegiatan litbang dari total PDB.

Bahkan, Menperin meyakini, penerapan revolusi industri keempat dapat mengakselerasi target dari visi Indonesia 2045. Sasarannya antara lain menjadi salah satu negara dengan pendapatan tinggi dan salah satu kontributor Produk Domestik Bruto (PDB) terbesar di dunia.
“Dengan Industry 4.0, kami optimis manufaktur kita semakin produktif dan berdaya saing sehingga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional,” tuturnya. Menperin menyebutkan beberapa capaian Indonesia di tahun 2045, seperti pertumbuhan ekonomi sebesar 6,4 persen, nilai PDB per kapita USD 28.934, dan peringkat keempat PDB dunia.

“Selanjutnya, pertumbuhan investasi hingga 7,3 persen per tahun atau berkontribusi terhadap PDB sebesar 39 persen, pertumbuhan ekspor mencapai 7,9 persen, dan pertumbuhan industri di angka 7,8 persen yang berperan kepada PDB sebanyak 32 persen,” paparnya.(tim)