JAKARTA – Keluarga Cendana saat ini punya kendaraan politik untuk merebut kekuasaan seperti masa Orde Baru. Salah satu anggota keluarga mereka, Tommy Soeharto menjadi Ketua Umum Partai Berkarya. Penampilan dan gaya pidato Tommy Soeharto dinilai tak berbeda jauh dengan pendahulunya. Akhir pekan kemarin publik disuguhi penampilan anak mantan presiden. Putra bungsu mantan Presiden Soeharto, Hutomo Mandala Putra atau Tommy Soeharto.

Unjuk diri saat pidato di atas mimbar di hadapan ratusan kader partainya, Tommy berpidato dalam acara Rapat Pimpinan Nasional ke-III Partai Berkarya di Solo, Jawa Tengah pada Sabtu (10/3/18).

Direktur Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno menilai dari gaya dan isi pidato yang disampaikan, berusaha unjuk diri kepada publik sebagai representasi dari petarung politik yang patut diperhitungkan.

“Tommy telah unjuk diri sebagai fighter, bakal terus menjadi sorotan hingga Pemilu dan Pilpres 2019,” kata Adi kepada wartawan, Minggu (11/3/18).

Dirinya menilai, Tommy terlalu banyak bicara ihwal misi pemenangan partainya dalam menghadapi Pemilu 2019. Banyak hal yang bersifat taktis yang perlu dilakukan partainya.

Pidato Tommy cenderung tak menarik untuk disimak lantaran lebilh banyak berkutat dengan strategi partai. Meski begitu, Tommy setidaknya telah menunjukkan karakter pribadinya melalui pidatonya tersebut. “Isi pidatonya tidak ada yang filosofis. Jadi bagi Tommy, politik hanya sekadar bagaimana mendapatkan kekuasaan,” jelasnya.

Ketika Tommy menargetkan partainya meraih tiga kursi di setiap DPRD kabupaten/kota, Tommy sudah memperhitungkan hal tersebut. Dia mengatakan satu kursi DPRD harus ditebus dengan 12 ribu suara, dan diperlukan 36 ribu suara untuk bisa menduduki tiga kursi di setiap DPRD kabupaten/kota. Jika berhasil meraih 36 ribu suara di 514 kabupaten/kota, kata Tommy, Partai Berkarya dengan sendirinya akan menjadi partai tiga besar di DPR.

Target tersebut ingin dicapai Tommy dengan menempatkan setiap wakil ketua umum untuk bertanggungjawab terhadap 16 daerah pilihan (dapil). Tommy pun meminta badan pemenangan pemilu (bapilu) yang berada di bawah kendali wakil ketua umum, agar merangkul koperasi, usaha kecil menengah (UKM), hingga pedagang kaki lima.

“Tidak ada yang argumentatif dan filosofis. Lebih kepada bagaimana Partai Berkarya bisa lolos ke Senayan dan menjadi tiga besar,” katanya.

Terlepas dari itu, Tommy sempat menyinggung poin lain dalam pidatonya, yakni mengkritik utang luar negeri Indonesia yang semakin membengkak. Menurut Adi, hal tersebut merupakan kelanjutan dari pernyataan Tommy sebelumnya yang kerap mengkritik keras Pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Adi mengakui bahwa Tommy tidak mengkritik secara panjang lebar meski memiliki waktu yang cukup banyak. Namun, gelagat Tommy semakin jelas menunjukkan bahwa dirinya ingin mengambil perhatian masyarakat yang kurang puas dengan kepemimpinan Jokowi. Adi memprediksi bahwa Partai Berkarya bakal menjaring suara dari mereka yang tidak ingin Jokowi menjadi presiden dua periode.

“Ingin memanfaatkan ketidakpuasan dengan pemerintah terutama dengan hutang yang berlimpah saat ini. Dia berharap bola muntah saja. Mereka yang tidak tertangkap Jokowi, diambil Tommy,” ucap Adi.

Di sisi lain, Tommy pun berusaha mengenalkan dirinya kepada publik sekaligus partai koalisi pemerintah sebagai penantang Jokowi dengan cara melontarkan kritik yang diselipkan dalam pidatonya.

Adi meyakini Partai Berkarya tidak akan mendukung Jokowi pada Pilpres 2019. Adi pun yakin Partai Berkarya akan lebih sering dan lebih pedas mengkritik Presiden Jokowi setelah Tommy menjabat sebagai ketua umum. Asumsinya berangkat dari gelagat Tommy yang tidak pernah memuji pencapaian Jokowi meski hanya satu kalimat pun.

“Tommy selalu menegaskan partainya berbeda dengan pemerintah saat ini. Ini jelas pesannya,” tutur Adi.

Menurut pengamat politik Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Ahmad Bakir Ihsan, partai politik adalah kendaraan paling sah untuk mengubah kekuasaan melalui mekanisme dan prosedur yang berlaku dalam demokrasi.

“Sah-sah saja apabila akan rebut kembali dengan menggunakan kendaraan politik tersebut,” ujar Bakir kepada media, Senin (12/3/18).

Dalam demokrasi, siapapun punya ruang yang sama untuk mengekspresikan kepentingannya, termasuk mendirikan dan memperjuangkan aspirasinya melalui partai yang dibentuknya. (Jones/Truspal)