JAKARTA – Pertemuan Presiden Jokowi dengan Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto di istana Bogor nampaknya tidak sekadar lari pagi dan tidak sekadar berbincang soal sepeda motor yang menjadi kesayangan Jokowi. Pertemuan tersebut telah membahas berbagai hal termasuk soal pilpres 2019. Seperti diakui oleh Jokowi sendiri, pertemuannya dengan Airlangga Hartarto termasuk membahas posisi cawapres 2019. Lantas apakah pertemuan tersebut merupakan sinyal bahwa Airlangga akan dipinang menjadi cawapres mendampingi Jokowi?

“Menurut saya belum tentu. Bisa iyaa bisa tidak. Pertemuan tersebut memang menimbulkan persepsi publik seolah Jokowi sedang meminang Airlangga menjadi cawapres mendampingi dirinya di pilpres 2019 nanti. Persepsi tersebut tidak salah tapi jangan terburu-buru membuat kesimpulan. Pertemuan tersebut baru menjadi salah satu indikator belum merupakan kesimpulan akhir. Pertemuan tersebut jangan dimaknai sebagai final decision, meskipun saya tak menyangkal bahwa Airlangga Hartarto adalah salah satu tokoh yang memiliki potensi untuk mendampingi Jokowi pada pilpres 2019 karena dia merupakan sosok yang bisa disebut mewakili dua sisi yaitu tokoh dari kalangan parpol dan profesional karena latar belakangnya yang berasal dari kalangan profesional yang kini menjadi ketua umum partai. Namun, bukan berarti Airlangga sudah pasti menjadi calon pendamping Jokowi di pilpres nanti,” tutur Karyono Wibowo selaku Direktur Indonesian Public Institute (IPI) dalam rilisnya kepada indonesiaparlemen.com, Kamis (29/3/2018) Pagi.

Perlu dipahami, lanjutnya. bahwa pertemuan Jokowi dengan Airlangga adalah bagian dari rangkain pertemuan Jokowi dengan sejumlah tokoh lainnya. Ketahuilah, Jokowi sejatinya tengah memainkan komunikasi politik dengan menggunakan pendekatan politik simbolis dengan berbagai visualisasi untuk menyampaikan pesan kepada publik. Namun tergantung publik mempersepsikan atau menilainya.

“Tapi buat saya, pesan yang bisa tangkap adalah Jokowi sedang melakukan komunikasi politik untuk menjajaki berbagai kemungkinan yang bisa dijadikan pertimbangan sebelum mengambil keputusan, baik dalam membangun koalisi partai maupun dalam menentukan cawapres. Karena Jokowi harus menghitung berbagai resiko politik sebelum mengambil keputusan. Hal itu bisa dlsimak berbagai rangkaian pertemuan sebelum bertemu dengan ketua umum partai Golkar Airlangga Hartarto, Jokowi telah melakukan komunikasi dalam bentuk visualisasi politik, seperti diantaranya dia mengajak Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar dalam satu kunjungan, tapi di sisi lain dia mengajak Ketua Umum PPP Romahurmuzy (Romi). Selain itu, Jokowi juga mengajak Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh. Dalam kesempatan yang berbeda, Jokowi juga bertemu beberapa kali dengan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY),” jelasnya.

Oleh karena itu, dirinya, sejumlah rangkaian pertemuan Jokowi dengan sejumlah tokoh termasuk pertemuannya dengan Airlangga Hartarto di istana Bogor baru sekadar merupakan bentuk visualisasi politik yang dilakukan Jokowi dalam rangka melakukan penjajakan sebelum mengambil keputusan.

Rangkaian peristiwa pertemuan Jokowi dengan sejumlah tokoh politik masih menjadi teka-teki, seperti sebuah puzzle bergambar calon wakil presiden yang belum tersusun lengkap hingga membentuk sebuah gambar yang utuh.

“Lalu siapa kira-kira wajah calon wakil presiden dalam puzzle tersebut? Sabar, kita masih perlu menunggu potongan-potongan puzzle yang lain sampai terlihat jelas wajah siapa yang ada dalam teka teki puzzle tersebut,” tutupnya. (Glen)