JAKARTA – Berita menghebohkan terjadi di Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan (Sulsel) yakni pernikahan anak di bawah umur yakni 15 dan 14 tahun. Dalam 7 bulan di Sulsel telah terjadi 333 pernikahan dini anak dibawah umur.

Menurut peneliti kebijakan publik Indonesian Public Institute (IPI) Dr Jerry Massie Ph.D ini tentu saja melanggar UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974, UU Perlindungan Anak No 35 Tahun 2014 bahkan UU 13 Tahun 2003 tentang Ketenaga- kerjaan.

Belum lagi ujarnya, dari aspek kesehatan sebagaimana diatur dalam UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009. Sejauh ini kata Jerry, pernikahan dini menurut riset UGM tahun 2016 yakni 26 persen.

Jerry menambahkan dampak nikah dini yakni rentan perceraian, belum bisa menafkahi, tidak bisa bekerja harus di atas 17 tahun, rentan kena kanker rahim, belum dewasa, belum bisa beradaptasi di lingkungan. Saat ini Indonesia menempati peringkat 37 di dunia terkait pernikahan dini.

“Pemerintah jangan diam kan sudah diputuskan MK tentang pernikahan dari 16 tahun menjadi 18 tahun bagi perempuan,” tutur dia.

Untuk itu tegas Jerry, pemerintah mengambil langkah tegas khususnya Departemen Agama. Jangan hanya melihat satu Undang-undang maupun regulasi, tapi secara keseluruhan.

Lanjut kata dia, mau jadi apa generasi kita ke depan kalau pemerintah lemah soal pernikahan dini.

“Presiden harus tegas dan jika menemukan oknum-oknum yang terlibat dalam skandal pernikahan dini jangan segan-segan menghukum. Fiat justitia fuat coelum (hukum harus ditegakan sekalipun langit runtuh),” ujar dia.

Bagaimana menikah muda dirinya saja belum bisa dipenuhi sandang, pangan dan papan ini mau anak orang lain. Negeri kita suka melabrak dan menubruk undang-undang. UU seakan mandul dan tak bertaji. Sampai pernikahan pun dipolitisasi.

Parahnya lagi katanya, pernikahan dini Indonesia berada di peringkat ke-2 di Asia Tenggara. Bahkan menurut survei 5 provinsi berada dibatas 30 persen. Sekitar 2 juta dari 7,3 perempuan Indonesia berusia di bawah 15 tahun sudah menikah dan putus sekolah.

“Diperkirakan tahun 2030 jumlah itu diperkirakan bisa naik menjadi tiga juta orang,” tutur dia.

Sebagaimana diketahui, Undang-undang Perkawinan bab II pasal 7 ayat 1 menyebutkan bahwa perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria mencapai umur 19 tahun dan pihak perempuan sudah mencapai umur 16 tahun.

Sementara bagi perempuan menikah di usia 16 tahun kata dia, berpotensi melanggar atau tidak sesuai dengan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU 39 Tahun 1999 tentang HAM, UU Nomor 7 Tahun 1984 tentang Ratifikasi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan dan UU 23 Tahun 2002, dan hasil revisi UU Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. (Glen)