JAKARTA – Sampai kini Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) secara resmi belum menyatakan dukungan sepenuhnya untuk mengusung Jokowi sebagai presiden. PDI-P memang agak kalah cepat dalam menentukan sikap politik terkait pilpres.

Hal ini menjadi bumerang bagi partai moncong putih tersebut. Pasalnya, bisa saja mereka disusul Partai Golkar (PG) baik itu elektabilitas maupun popularitas. Dimana saat ini grafik PG semakin naik.

“Kalau kita lihat hasil survei yang dikeluarkan LSI, Kedua partai tersebut, PDIP dan Partai Golkar, saat ini, elektabilitas PDIP sebesar 22.2 %, lebih besar dari perolehan suaranya di pemilu 2014 yaitu 18.95 %. Elektabilitas Partai Golkar sebesar 15.5 %, lebih besar dari perolehan suaranya di pemilu 2014 yaitu sebesar 14.75 %. Elektabilitas partai lainnya rata-rata dibawah perolehan suaranya di pemilu 2014,” kata pengamat politik dan analis kebijakan publik Indonesian Public Institute (IPI), DR Jerry Massie MA, PhD, melalui rilis yang diterima Indonesiaparlemen.com, Rabu (18/4/2018).

pengamat politik dan analis kebijakan publik Indonesian Public Institute (IPI), DR Jerry Massie MA, PhD,

Menurut Jerry, baru partai Nasdem, Partai Golkar dan Hanura yang secara terang-terangan mendukung Jokowi pada pilpres 2018. Bisa saja, PDI-P ketinggalan kereta.

“Saya lihat justru PDI-P kurang jeli. Jokowi bagaikan ‘wanita cantik’ banyak yang kepincut meminangnya. Bisa jadi Golkar akan menempatkan salah satu kader mereka yakni Airlangga berpasangan dengan Jokowi,” kata dia.

Dengan diangkatnya Idrus Marham sebagai Menteri Sosial dan tetap dipertahankannya Airlangga Hartarto di posisi Menteri Perindustrian, maka itu sinyal kuat PG menjadi bombernya Jokowi.

Bisa saja kata Jerry, PG menyalip PDI-P. Apalagi ketua umum mereka, low profile dan bersih dari masalah hukum. Sebenarnya pemilih tradisional masih banyak yang simpati dengan Golkar. Namun elektabilitas dan popularitas mereka anjlok saat Setya Novanto dipaksakan memimpin partai berlambang pohon beringin itu. (Red)