CILEGON – Dewan Pimpinan Cabang Federasi Serikat Pekerja Kimia, Energi, Pertambangan, Minyak, Gas Bumi dan Umum (DPC FSP KEP) meresmikan kantor sekretariat yang baru, di Bumi Rakata Asri kota Cilegon Sabtu, (5/05/2018).

Turut hadir dalam acara persemian tersebut Siruaya Utamawan Sekjen DPP FSPKEP, Ketua DPD Banten, Depelover, perwakilan dari APINDO dan Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Cilegon Bukhori.

Dalam sambutannya Sekjen DPP FSP KEP Siruaya Utamawan mengucapkan selamat atas diresmikannya kantor DPC FSP KEP yang baru.

“Semoga dengan diresmikannya kantor DPC FSP KEP Kota Cilegon ini, Koordinasi dan Konsolidasi FSP KEP Kota Cilegon Menjadi semakin kuat dan semakin baik, ini bisa dijadikan contoh untuk yang lainnya,” tuturnya.

Sekjen FSP KEP dalam sambutannya mengatakan “Alhamdulillah saya sangat mengapresiasi atas terselenggaranya acara peresmian ini”, sekaligus Pemberian Santunan terhadap anak Yatim, berkat Kerjasama Pengurus DPC FSP KEP dan sumbangsih Seluruh pengurus DPC dan PUK Kota Cilegon,” Ujar Siruaya Utamawan. “Dan saya sangat bersyukur kepada Allah SWT yang telah memberikan Nikmat Rezeki serta nikmat yang telah diberikan Allah SWT,” tambahnya.

Adapun harapan Sekjen FSP KEP menuturkan mudah-mudahan kantor yang baru ini menjadi Rumah Aspirasi kaum Buruh dan pergerakan Serikat Pekerja yang mengakomodir seluruh aspirasi kaum Buruh/anggota umumnya di Kota Cilegon.

Masih banyak pekerjaan rumah perjuangan buruh/pekerja saat ini, diantaranya PP 78 tahun 2015 tentang Pengupahan yang dinilai bertentangan dengan UU 13 Tahun 2003, Perpres 20 tahun 2018 tentang Tenaga Kerja Asing yang dinilai mempermudah kedatangan pekerja asing sedangkan angkatan kerja lokal yang masih banyak menganggur, PP 1 tahun 2017 tentang Pertambangan Minerba, juga belum diratifikasi konvensi ILO C.176 tentang K3 Tambang.

Dia menambahkan terkait cuti bersama lebaran sangat merugikan buruh, meskipun tidak wajib, tapi itu bisa menjadi dasar perusahaan untuk memaksakan buruh mengambil cuti bersama yang menggerus hak cuti tahunan buruh/pekerja.

“Cuti tahunan itu 12 hari kerja, kalau cuti bersama 10 hari maka buruh cuma memiliki sisa 2 hari cuti, ini sangat tidak adil, buruh adalah makhluk sosial yang berbudaya, membutuhkan interaksi dan menjaga nilai-nilai budaya kemasyarakatan, bagaimana buruh bisa mengatur memenuhi kegiatan sosial kemasyaratan dan sosial budaya lainnya kalau cutinya tersisa 2 hari, kebayang bagaimana semisal keluarga sakit, keluarga hajatan dan kegiatan masyarakat dan budaya lainnya,” pungkas Siruaya. (Glen/DR)