JEPARA – Peringatan Hari Kelahiran Pancasila tidak boleh hanya berhenti ditempat-tempat upacara. Sebab pada acara semacam itu pesan yang ingin disampaikan justru tidak terlampau kuat karena kehadiran peserta upacara lebih banyak hanya karena kewajiban, bukan karena keinginan dan niat yang kuat untuk lebih menghayati nilai-nilai yang dikandung dalam sila-sila yang ada didalam Pancasila.

Hal tersebut disampaikan Ketua Yayasan Kartini Indonesia, Hadi Priyanto saat membuka dialog Forum Silaturahmi Untuk Perdamaian dalam rangka peringatan Hari Kelahiran Pancasila tahun 2018, Kamis (31/5). Acara yang diikuti lebih 100 orang aktivis kebudayaan, politisi, pemuda, mahasiswa, pegiat literasi dari berbagai kota ini diselenggarakan di Sekretariat Yayasan Margo Langit Jepara di desa Banjaragung, Kecamatan Bangsri, Jepara.

Oleh karena itu ia mengajak kepada peserta diskusi untuk menjadikan momentum peringatan kelahiran Pancasila untuk meneguhkan kesetiaan dan komitmen bersama guna menjaga dan merawat Pancasila, sebagai pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara.

“Ini tidak mudah. Sebab ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan yang dihadapi bangsa ini cukup berat. Dalam usia ke-73 tahun, masih saja ada yang meragukan dan bahkan menginginkan untuk mengganti Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara,” ujar Hadi Priyanto.

Oleh sebab itu, budayawan Muhammad Iskak Wijaya mengajak kepada semua fihak, untuk belajar dari sejarah kelahiran Pancasila. Dalam pidatonya tanggal 1 Juni 1945, Ir Soekarno dengan tegas menyebutkan, bahwa lima prinsip dasar yang kemudian dinamakan Pancasila adalah dasar dan pondasi bagi bangsa Indonesia. “Pancasila bukan pilar tetapi pondasi, tempat bagi bangsa ini berdiri,” ujar Iskak Wijaya.

Karena itu paham-paham yang tidak sesuai dengan Pancasila harus kita lawan bersama-sama. Ruang-ruang diskusi tentang Pancasila harus kita kembangkan bersama,” tambah Iskak Wijaya.

Sementara itu, Tigor Siregar aktivis dari Mayong, mengajak semua elemen bangsa untuk membawa kembali Pancasila kedalam rumah. “ Jika nilai-nilai Pancasila ada ditengah-tengah keluarga, maka paham-paham yang bertentangan dengan Pancasila tidak akan mendapatkan tempat. Persoalannya, bagaimana memberdayakan keluarga agar mampu membangun benteng Pancasila yang kokoh didalam keluarga yang mampu bertahan dari gempuran idealogi lain yang disebarkan melalui media, termasuk media sosial.” ujar Tigor Sitegar.

Salah satu yang efektif menurut Latifun, adalah menjadikan ketahanan budaya sebagai penangkal masuknya paham-paham yang bertentangan dengan Pancasila. Hal senada disampaikan oleh Mujiono ketua Paguyuban Ngawulo Gusti dan Suharno Ketua Persatuan Pedalangan Indonesia Cabang Jepara. “Kebudayaan adalah salah satu pembentuk kepribadian bangsa,” ujar Suharno. Sementara La Tofi menilai, penguatan ketahanan ideologi efektif jika dimulai dari keluarga, lembaga pendidikan dan lingkungan masyarakat.

Sementara, Lutfi, pegiat literasi lintas kota mengajak para peserta untuk menyebarkan virus cinta Pancasila melalui media sosial. Sedangkan Ki Gendro Suryo Kartiko mengajak peserta untuk nguri-uri budaya yang efektif untuk mencegah berkembangkan paham-paham radikal. Hal senada disampaikan Ki Dalang Hadi Purwanto yang mengajak kepada peserta untuk membangun komunikasi budaya yang saling menghormati satu dengan yang lain (RAI)