JAKARTA – Pencopotan Brigjen Hasanuddin dari jabatan Wakapolda Maluku oleh Kapolri menjadi perhatian publik.

Alhasil, Hasanuddin diganjar dengan hukuman mutasi menjadi Analis Kebijakan Utama Bidang Bindiklat Lemdiklat Polri. Mutasi Hasanuddin diduga terkait dengan ketidaknetralannya dalam pemilihan kepala daerah atau pilkada Maluku.

Pengamat Sosial Tammat R. Talaohu mengingatkan kepada Kapolri agar pencopotan tidak berhenti di Wakapolda saja melainkan hingga ke jaringan bawahnya.

“Pencopotan Wakapolda tidak boleh berhenti disitu saja. Karena diduga Kapolres, Kapolsek hingga Bhabinkamtibmas masih terstruktur,” kata Tammat.

Hal itu mengemuka dalam diskusi publik bertema “Netralitas TNI-Polri Jadi Sorotan” di Bumbu Desa, Jumat (22/6/2018).

Dia merasa suasana netralitas korps Bhayangkara tidak berlaku di Maluku. Hal ini berbahaya jika tidak segera dihentikan dan merembet sehingga dikhawatirkan memicu konflik serupa tragedi 98.

“Ini berbahaya dan jika tidak dihentikan maka kekhawatiran bisa terjadi tragedi 98. Jangan ganggu dan intervensi pilihan masyarakat,” kata dia lagi.

Lebih lanjut, Tammat menyayangkan jika korps berbaju cokelat itu ditarik-tarik ke ranah politik. Maka itu, ia menyarankan agar Jenderal Tito Karnavian bisa menertibkan anak buahnya.

“Sekali lagi pencopotan pada Wakapolda jangan berhenti disitu tapi ditertibkan hingga ke Bhabinkamtibas,” bebernya.

Selain itu, dalam kesempatan tersebut, pria yang akrab disapa Temmy itu membeberkan bukti dugaan kampanye politik oleh oknum Polisi. Pasalnya, peristiwa tersebut pada 8 Juni 2018 mengumpulkan keluarga besar Polres Kepulauan Aru dan mengarahkan agar Pilkada Maluku tertib dan mengarahkan untuk memilih Murod Ismail.

“Ada foto dan rekaman, ada semua. Mesin Polda Maluku di Pilkada Maluku sangat masif,” tuturnya.

“Mereka pro pada reformasi atau tidak. Jika ikuti konstalasi Pilkada maka ikuti aturan main,” lanjutnya.

Sementara itu Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane berpesan agar para pasangan Cagub Maluku yang berlatarbelakang TNI-Polri bisa bermain cantik dan tidak main jorok.

“Jangan main jorok seperti sekarang karena mengotori reformasi dan sistem demokrasi,” sambung Neta.

Kata dia, IPW khawatir, tidak netralnya pejabat tinggi Polri akan memicu konflik di Maluku. Apalagi Maluku menjadi salah satu daerah rawan konflik.

“Sangat memprihatinkan sekali dan kita buka kasus Maluku karena masyarakat rugi karena ancaman konflik semakin tinggi. Situasi Maluku sudah panas sekali. Untungnya Kapolri bertindak cepat untuk menindak Wakapolda dan hal-hal seperti ini,” jelasnya.

Lebih jauh, Neta memprediksi calon Gubernur berlatarbelakang Polri di perhelatan akbar Maluku 2018 tidak akan menang. Dia tak ingin akibat-akibat ulahnya oknum menjadi citra Polri hancur.

“Calon dari Polri di Maluku tidak akan menang, saya berani taruhan. Akibat oknum-oknum dan akibat citra Polri hancur sekali dan kita berharap tidak bermain kotor,” kata dia. (Glen)