JAKARTA – Tatkala negeri ini tengah dilanda carut marut, dihantam badai krisis moneter yang bermuara pada pengakhiran era panjang Pemerintahan Orde Baru, ada dua undang-undang yang fenomenal digagas melalui hak inisiatif DPR, yang notabene tak pernah digunakan sebelumnya. Salah satunya adalah UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Melalui undang-undang ini diamanati untuk membentuk Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sebagai lembaga independen yang melaksanakan tugas dan wewenang menurut UU tersebut. Undang-undang yang lain adalah UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Demikian yang disampaikan oleh Gopprera Panggabean selaku Direktur Penindakan dan Penegakkan Hukum KPPU dalam rilisnya yang dikirimkan kepada redaksi, pada Rabu (27/06/2018).

“Setelah mendekati Dua Dasawarsa keberadaan KPPU, santer terdengar bahwa eksistensi KPPU akan diakhiri. Lembaga ini akan diganti dengan institusi internal Pemerintah.” terangnya.

Hal ini berarti lembaga ini tidak bisa lagi terbilang independen, apalagi jika harus menghadapi pelaku usaha yang berada di bawah komando Pemerintah sebagai pemegang andil tunggal atau mayoritas. Padahal, iklim persaingan usaha yang sehat merupakan keniscayaan bagi keberlanjutan untuk semua pelaku usaha, mulai dari peseorangan sampai dengan perusahaan multinational. Perspektif kompetisi berusaha yang sehat, tidak hanya baik bagi para pelaku usaha, tetapi terlebih-lebih bagi konsumen. lanjut Gopprera Panggabean

Kehilangan lembaga independen semacam KPPU, patut diduga bakal berdampak lebih buruk di tengah ketiadaan konsep yang jelas dari lembaga pengganti, yang seyogianya diarahkan makin independen dan kredibel. Pada RUU Perubahan atas UU No. 5 Tahun 1999, nomenklatur KPPU dihapuskan, dan akan diatur dalam batang tubuh dengan menggunakan nomenklatur “lembaga pemerintah” yang mengawasi persaingan usaha tidak sehat.

Majelis komisi yang bertugas memeriksa dan memutus perkara di KPPU juga sudah tidak ingin dipertahankan, yang konon akan diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah. Dapat dibayangkan, materi muatan yang semula diatur di dalam peraturan perundang-undangan setingkat UU, kini diusulkan untuk diturunkan tingkatannya, agar cukup diatur dengan peraturan pemerintah.

“Terlepas bahwa kinerja KPPU saat ini masih belum maksimal sesuai ekspektasi kita semua, namun hal ini tidak dapat dipakai sebagai dalih untuk mengganti KPPU dengan mentransformasikannya menjadi lembaga di bawah komando pemerintah,” ucapnya.

Akan jauh lebih baik apabila kapasitas kelembagaan KPPU yang sudah ada dewasa ini yang justru ditingkatkan, agar di kemudian hari kiprah KPPU, termasuk dasar-dasar pertimbangan penjatuhan putusannya akan makin “mumpuni” mengawal persaingan usaha di negeri ini. (Glen/Red)