JAKARTA – Anggota Luar Biasa Ikatan Notaris Indonesia (ALB INI), Suriyanto meminta Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) INI, Yualita Widyadari mundur dari jabatannya menyusul keluhan calon-calon notaris yang merasa dipersulit untuk
menjadi notaris.

Suriyanto menuturkan, saat ini ada ribuan calon notaris tamatan S2 Magister Kenotariatan dari berbagai universitas se Indonesia, dalam setahun belakangan ini, banyak aturan-aturan INI yang dinilainya sangat menyulitkan calon-calon notaris. Yang tidak sesuai dengan undang undang jabatan notaris (UUJN) nomor 2 tahun 2014 atas perubahan no 30 tahun 2004 tentang jabatan notaris, Permenkumham No 25 Tahun 2017 juga menyusahkan calon notaris, Suriyanto yang juga dikenal sebagai Ketua Umum DPP Persatuan Wartawan Republik Indonesia (PWRI) sangat menyayangkan persoalan yang
dihadapi para calon notaris saat ini.

Menurutnya, kewenangan PP INI sudah melampaui batas. Ia mencontohkan, setelah mendapatkan gelar M.Kn, para calon notaris ini harus ikut ujian pra ALB untuk menjadi Anggota luar biasa ikatan
notaris indonesia.

“Ujian itu bayar pakai uang setelah itu daftar menjadi ALB INI bayar Rp
2,5 juta, setelah itu mereka harus mengambil poin, dulu setahun yang lalu aturan pertamanya itu 30 poin tapi sekarang sudah menjadi 18 poin yang didapatkan dari seminar-seminar yang diadakan PP INI,” ungkap Kandidat Doktor Ilmu Hukum
Tata Negara Universitas Jayabaya ini.

Suriyanto melanjutkan, biaya untuk mengikuti seminar-seminar INI agar
mendapatkan poin juga tidak murah. Biasanya dalam kurun waktu 6 bulan sekali, PP INI mengadakan seminar yang disebut upgrading, untuk bisa mengikuti uprgading, per orang dikenakan biaya yang tak kurang dari Rp 2juta atau Rp 1,5juta, belum lagi para calon notaris harus punya ongkos menginap hotel dan
sebagainya untuk bisa pergi ke seminar. Ia menjelaskan, calon notaris yang mengikuti seminar yang diadakan PP INI akan mendapatkan 6 poin dan harus mengikuti dua kali uprgrading. Belum lagi mengkuti seminar yang diadakan Pengurus Wilayah (Pengwil) INI untuk meraih 4 poin dan calon notaris harus
mengikuti dua kali seminar, selebihnya para calon notaris juga harus mengikuti seminar yang diadakan Pengurus Daerah (Pengda) INI harga nya bervariasi juga dan materi nya itu itu saja dan orang yang beri materi itu juga orang nya apakah
persyaratan point itu untuk menambah ilmu?.

Hal ini sudah terlalu mengada-ada para calon notaris ini bukan semua dari kalangan darah biru atau dengan kata lain banyak uang, hal ini yang harus diperhatikan pemerintah, bila perlu INI dibubarkan saja untuk apa ada sebuah organisasi profesional yang sudah puluhan tahun berdiri kerjaannya menindas para calon notaris.

“Artinya, untuk mengambil 18 atau 30 poin itu perlu mengeluarkan
anggaran puluhan juta, ini kan sangat memberatkan,” ujarnya.

Suriyanto menambahkan, selain mengikuti seminar untuk mendapatkan poin, calon notaris juga harus mengikuti magang selama 4 semester yang terdiri dari magang pertama, magang ke dua, magang ke tiga, magang ke empat magang
bersama, sebagai persyaratan untuk menjadi untuk mengikuti ujian
pengangkatan notaris.

“Ini semua pakai uang, saya perhitungkan ini mau lebih dari pada 50 juta dari mulai mengumpulkan point-point hingga magang dan magang bersama yang gak jelas manfaatnya itu, yang saya sayangkan kenapa dipersulit? bagaimana keadaan orang-orang yang tidak mempunyai biaya dengan sekolah pas-pasaningin menggali ilmu kenotariatan dan ingin menjadi seorang notaris,” keluhnya.

Suriyanto juga menyinggung penjelasan dari Plt. Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Kemenkumham, saya lupa namanya yang jelas itu dirjen ikut dan bicara di upgrading yang diadakan di solo bulan Februari tahun ini, yang
mengatakan bahwa seminar-seminar tersebut diadakan untuk menambah
keilmuan seorang calon notaris, supaya para notaris tidak bermasalah, ini pendapat yang gak jelas dan tidak berkualiatas sebagai pejabat, pendapat itukan harus disesuaikan dengan keadaan yang nyata bukan fiksi menurutnya.

“Ini saya rasa tidak signifikan, karena apa? Seminar itu sudah saya ikuti
lebih dari 30 poin, habis uang saya puluhan juta, tapi tidak ada apa-apanya, materi itu-itu saja, kita juga baca, tidak usah pakai seminar bisa, dan setelah ikut seminar itu, ikut ujian magang bersama, itu semua butuh uang, bagaimana dengan calon
notaris yang tidak punya uang. Yang sangat harus di kritisi ini adalah apa
kewenangannya PP INI sehingga bisa membuat peraturan yang sangat sulit,” katanya.

Suriyanto yang menamatkan Magister Kenotariatan di tahun 2017 ini juga
meminta kepada Presiden Joko Widodo untuk memprehatikan ribuan calon notaris yang sekarang ini sudah mengeluh denggan aturan-aturan yang di buat PP INI.

“Ribuan notaris sangat mendukung Bapak Jokowi untuk dua periode, dan
saya mengimbau Bapak Yasonna Laoly selaku Menkumham yang di angkat oleh Presiden harus sangat memperhatikan masalah pengangkatan calon notaris ini, kalau saya rasa ini sudah seperti ada penindasan dalam dunia pendidikan untuk bekerja menjadi kaum professional. Padahal setelah jadi notaris ini kita membayar ke pemerintah, notaris ini tidak di gaji oleh pemerintah. Saya minta
kepada Pak Presiden dan Pak Menkumham agar disikapi kewenangan ini yang sudah terlalu melebar, bila perlu PP INI dibubarkan saja,” harapnya. (Rochman)