TANGERANG – Industri minuman beralkohol (minol) berupaya memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian nasional. Selain mampu menyumbang cukai yang cukup besar, industri minol turut mendongkrak nilai ekspor melalui perluasan ke pasar nontradisional atau negara tujuan baru.

“Dengan adanya penerimaan devisa dari ekspor ini tentu dapat mengurangi defisit neraca perdagangan kita,” kata Plt. Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian, Achmad Sigit Dwiwahjono pada acara Peresmian Ekspor Perdana Bir Bintang ke Amerika Serikat oleh PT Multi Bintang Indonesia Tbk di Tangerang, Senin (13/8/2018).

Berdasarkan catatan Kemenperin, industri minol turut berperan dalam penerimaan negara dari nilai cukai sebesar Rp5,27 triliun pada tahun 2017, naik sekitar 2,63 persen dibanding penerimaan cukai tahun 2016 yang mencapai Rp5,14 triliun.

Selanjutnya, dalam lima tahun terakhir, rata-rata pertumbuhan nilai ekspor bir tercatat hingga 12 persen per tahun.Selama ini, tujuan ekspor bir hanya terbatas ke negara tradisional seperti Malaysia, Thailand, Kamboja, Singapura,Timor Timur, dan negara lainnya dengan nilai USD7,6 juta pada tahun 2017.

Oleh karena itu, Kemenperin memberikan apresiasi kepada PT Multi Bintang Indonesia Tbk yang bisa menembus pasar ekspor ke AS. “Dengan keberhasilan ekspor perdana Bir Bintang oleh PT Multi BintangIndonesia Tbk ke AS, tentu menjadi suatu breakthrough atau terobosan baru mengingat ketatnya persaingan produk untuk dapat masuk pasar di sana,” ungkap Sigit.

Menurutnya, produsen minol di dalam negeri mampu memproduksi produk-produk jenis premium yang kualitasnya tidak kalah dengan produk luar negeri sehingga juga dapat menjadi substitusi produk impor. Bahkan, seiring meningkatnya jumlah wisatawan baik lokal maupun mancanegara,ikut mempengaruhi peningkatan produktivitas industri minol di dalam negeri.

Namun demikian, Kemenperin tetap berperan dalam upaya pengendalian dan pengawasan terhadap produksi dan mutu dari industri minolagar produknya aman dikonsumsi.“Pembinaan yang dilakukan untuk industri ini adalah pengendalian dan pengawasan, mulai dari aspek perizinan, produksi, mutu hingga peredarannya,” sebut Sigit.

Hal tersebut sejalan dengan penerapan Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol, serta Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 63 Tahun 2014 dan perubahannya Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 62 Tahun 2015 tentang Pengendalian dan Pengawasan Industri dan Mutu Minuman Beralkohol.

Di samping itu, adanya penerapan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 1993 tentang Daftar Bidang Usaha yang tertutup Bagi Penanaman Modal. “Artinya, sudah tidak dibuka investasi baru di bidang usaha industri minol ini,” imbuhnya.

Presiden Direktur PT Multi Bintang Indonesia Tbk Michael Chin menyampaikan, pihaknya sedang agresif dalam mengeksplorasi pasar baru untuk ekspor seperti ke Amerika Serikat. “Kami sebelumnya ekspor ke Korea Selatan pada Mei 2018.Ini berarti Bir Bintang akan tersedia di empat benua di dunia,yakni Asia, Eropa, Australia, dan yang terbaru adalah Amerika Serikat,” ujarnya.

Menurut Michael, ekspor Bir Bintang ke AS cukup menarik karena permintaannya yang tinggi dari kalangan peselancar Negeri Paman Sam itu setelah mereka melakukan perjalanan wisata ke Indonesia. “Selain populer di kalangan peselancar AS, ditambah juga dengan menjamurnya restoran Asia Tenggara di sana, di mana cukup banyak konsumen yang mencari produk bir kita,” tuturnya.

Hal tersebut merupakan kesempatan baik bagi PT Multi Bintang Indonesia Tbk untuk membawa cita rasa Indonesia ke pasar AS. “Sebagai merek bir ikonik di Indonesia, Bir Bintang akan terus mempromosikan cita rasa Indonesia di AS,” ucapnya. Rencananya, Bir Bintang dijual dalam kemasan kaleng sesuai dengan tren terbaru di AS.

Pada kesempatan yang sama, Plt. Dirjen Industri Agro mengatakan, industri makanan dan minuman masih menjadi andalan dalam mendongkrak perekonomian nasional.Potensi sektor ini karena didukung oleh sumberdaya alam yang berlimpah dan permintaan domestik yang besar.

“Industri makanan dan minuman merupakan satu dari lima sektor industri prioritas dalam pelaksanaan revolusi industri keempat sesuai peta jalan Making Indonesia 4.0,” papar Sigit. Hal ini mengingat industri makanan dan minuman senantisa berkontribusi cukup besar terhadap PDB nasional, nilai ekspor, dan penyerapan tenaga kerja.

Pada triwulan II tahun 2018, pertumbuhan industri makanan dan minuman mampu mencapai 8,67 persen atau di atas pertumbuhan ekonomi nasional. Sementara itu, pertumbuhan ekspor pada periode Januari-Juni tahun 2018 untuk industri makanan tumbuh sebesar 2,51 persen,sedangkan industri minuman tumbuh sebesar 8,41 persen.

Sigit menambahkan, dalam menggenjot industri makanan dan minuman agar lebih berdaya saing di era industri 4.0, Kemenperin terus memacu produktivitas dari sektor hulu, mendorong penerapan teknologi terkini, serta memberdayakan sektor industri kecil dan menengah (IKM) yang terkait.

“Kami juga berupaya untuk meningkatkan efisiensi pada rantai pasokan, menciptakan inovasi kemasan makanan dan minuman yang modern, meningkatkan skala ekonomi industri, serta mempercepat ekspor,” imbuhnya. Dengan adanya penerapan program prioritas di era revolusi industri 4.0 tersebut, Sigit meyakini, industri makanan dan minuman nasional dapat menjadi kekuatan besar di ASEAN.

Bahkan, dalam rangka percepatan pertumbuhan industri makanan dan minuman nasional, selain melalui penerapan revolusi industri 4.0, Kemenperin juga menyiapkan berbagai insentif untukmengakselerasi pertumbuhan sektor tersebut. “Insentif itu antara lain, pembebasan pajak (tax holiday), pengurangan pajak (tax allowance), dan pembebasan bea masuk atas impor mesin,” sebutnya.

Industri makanan dan minuman di dalam negeri tidak hanya didominasi perusahaan besar, tetapi juga cukup banyak sektor industri kecil dan menengah (IKM). IKM makanan dan minuman berkontribusi sebesar 40 persen terhadap PDB sektor IKM secara keseluruhan, dan mampu menyerap tenga kerja hingga 42,5 persen dari total pekerja di sektor IKM.

Oleh karena itu, IKM makanan dan minuman menjadi salah satu sektor prioritas dalam penerapan program e-Smart IKM seiring implementasi industri 4.0 di Tanah Air. Hingga bulan Mei 2018, jumlah pelaku IKM yang telah mengikuti Workshop e-Smart IKM berjumlah 2430 IKM, dan lebih dari 30 persen peserta berasal dari pelaku IKM makanan dan minuman. (Glen)