TANGERANG SELATAN – Lagi, nasib warga masyarakat Tangerang Selatan yang ditelantarkan oleh Pemerintah Kota Tangerang Selatan (Tangsel) seperti yang dialami oleh nenek Ijah di Ciputat beberapa tahun yang lalu kini terulang kembali. Kali ini lebih miris dan menyayat hati bagi siapa saja yang masih memiliki rasa kemanusiaan dan keimanan. Bagaimana tidak, satu keluarga di Pamulang yang berisi tujuh orang hampir seluruhnya buta huruf dan putus sekolah, plus tidak pernah mendapat bantuan apapun baik dari Kemetrian Sosial RI, Dinas Sosial dan juga Dinas Pendidikan Kota Tangerang Selatan.

Saat Indonesiaparlemen.com dan beberapa awak media menyambangi rumah bapak Namin warga Rt.06/05, Kelurahan Pondok Benda, Kecamatan Pamulang pada Kamis (23/08/2018) siang, melihat sangat terharu dan mengurut dada, menyaksikan nasib tragis keluarga tersebut. Bagaimana mungkin, Kota Tangerang Selatan yang memiliki motto Cerdas, Modern dan Religius (Cimore) serta memiliki APBD besar 3,4 triyun, masih ditemukan warganya yang terlantar dan sangat miskin, buta huruf serta putus sekolah satu keluarga. Kemana peran RT, RW dan juga kelurahan saat tiap tahun digelar Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang).

Yang lebih miris lagi adalah di wilayah Pak Namin tinggal tersebut, terdapat 12 anggota DPRD Tangerang Selatan. Pada kemana peran dan kerja mereka serta apa yang mereka lakukan saat reses (turun ke konstituen) daerah pemilihannya sebagai wakil rakyat.

Tak jauh dari rumah Namin berdiri juga rumah anggota DPR RI Komisi V dari Partai Nasdem Sahat Silaban. Menurut Sahat Silaban, dirinya sebagai anggota DPR RI sebenarnya memiliki anggaran rehab rumah untuk warga masyarakat, akan tetapi dirinya terbentur aturan undang-undang yang hanya memperbolehkan penyaluran anggaran rehab rumah yang dirinya miliki, hanya untuk wilayah kabupaten saja, bukan wilayah kota seperti Tangerang Selatan.

“Saya sudah pernah mencoba untuk membantu keluarga Namin dengan program bedah rumah, dengan anggaran rehab rumah warga masyarakat yang dimiliki sebagai anggota DPR RI. Akan tetapi saya terbentur undang-undang yang tidak memperbolehkan anggaran rehab rumah yang saya miliki untuk wilayah kota madya. Saya harus taat hukum, karena undang-undangnya hanya memperbolehkan saya untuk menyalurkan anggaran rehab rumah tersebut kewilayah kabupaten dan desa saja,” terang Sahat Silaban.

Sementara itu, Namin selaku kepala keluarga dari keluarga yang teraibaikan oleh pihak Pemkot Tangsel tersebut, saat dikonfirmasi di kediamannya pada hari Kamis (23/08/2018) pagi, menyatakan bahwa, dirinya bersama keluarga selama ini tidak pernah mendapatkan bantuan apapun, baik dari Dinas Sosial, Dinas Pendidikan Kota Tangerang Selatan maupun dari Kementerian Sosial Republik Indonesia.

“Keluarga saya tidak pernah didatangi oleh orang Pemkot mas, ya beginilah keadaan rumah dan keluarga saya. Anak-anak saya pada berhenti sekolah dan belum bisa baca tulis. Kami tidak punya biaya untuk terus menyekolahkan anak-anak saya dan rumah saya pada bocor kalau musim hujan,” tutur Namin dengan lugu dan polosnya.

Ditempat terpisah, Hery Kustanto Ketua PCM Muhammadiyah Serpong Utara yang adalah praktisi pengamat sosial dan pendidikan nasional, saat dikonfirmasi di rumahnya kawasan Vila Melati Mas, Serpong Utara, Tangerang Selatan, pada Kamis (23/08/2018) petang menyatakan bahwa, dirinya merasa sangat sedih, pilu, malu dan campur marah melihat realitas parah dan menyedihkan tersebut. Menurut Hery Kustanto, menangis batinnya menyaksikan masih ada warga kota Tangerang Selatan yang luput dari perhatian kita semua, khususnya para pejabat negara baik Pemkot Tangsel maupun Kementrian RI terkait. Disaat kita merayakan Kemerdekaan RI ke 73, ternyata masih ada warganya yang ditelantarkan.

“Sungguh paradoks di depan mata disatu sisi kita dengan bangganya merayakan keberhasilan pembangunan di Tangsel yang selama ini kita klaim, tetapi disisi lain ibarat di tampar muka kita, ada warga yang benar-benar diabaikan oleh Pemerintah kota Tangsel dan juga kita semua. Pemerintah kota Tangsel tentu merupakan pihak pertama yang harus bertanggung jawab, kenapa hal ini bisa terjadi,” jelasnya.

Tidak ada alasan apapun yang bisa rasional kecuali tindakan nyata bagi keluarga pak Namin di Pamulang. Semua Orpol dan Ormas di Tangsel juga harus bertanggung jawab dan patut kita pertanyakan peran dan fungsinya selama ini. Bagi kami warga Muhammadiyah, nasib yang menimpa Pak Namin ini adalah ladang amal yang belum maksimal dilaksanakan. “Selama masih ada orang miskin yang memerlukan pendidikan dan kesehatan maka Muhammadiyah harus berada didepan ikut mengentaskannya,” pungkas Hery Kustanto.

Sementara Taryono Kepala Dinas Pendidikan Dasar (SD) dan Menengah Pertama (SMP) Tangerang Selatan, saat akan dikonfirmasi pada Kamis (23/08/2018) siang oleh sejumlah awak media melalui telepon dan whatshapnya, tidak mau dihubungi dan menjawab pesan Whatshap yang dikirimkan.

Sedangkan Dinas Sosial Tangsel melalui Kepala Dinas, Wahyu, dihari yang sama bersedia menerima beberapa awak media dikantornya dan menerangkan dengan gamblang terkait masalah warga masyarakat Tangsel yang berhak menerima bantuan sosial dan pendidikan serta berterima kasih dan mengapresiasi temuan dan laporan dari rekan-rekan media dan akan segera menindaklanjuti temuan dari awak media dilapangan. (Glen/Tim)