JAKARTA – Orasi ketidak adilan hukum Meiliana yang digelar oleh Presidium Rakyat Menggugat (PRM) di depan Gedung Mahkamah Agung Jalan Merdeka Utara No.9-13, RT.2/RW.3, Gambir, Kota Jakarta Pusat. meminta keadilan dari Mahkamah Agung untuk kasus Meiliana yang di vonis hukuman penjara 1 tahun 4 bulan kurungan penjara oleh pengadilan Tanjung Balai kota Medan. Rabu, (12/9/2018).

Dirasa ketidak adilan di NKRI yang selama ini tebang pilih antar etnis suku dan agama, membuat geram berbagai kalangan terutama dari PRM. Disela-sela orasi di depan Mahkamah Agung wartawan Indonesia Parlemen.Com mewawancarai kepada Sisca Rumandor sebagai Humas PRM mengharapkan keadilan kepada pemerintah.

“bahwa kami meminta kepada pemerintah Indonesia baik itu dari Kepolisian Republik Indonesia, Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, Kementrian Hukum dan Ham serta Kementrian Agama. Kami semua yang hadir disini merupakan gabungan dari rakyat dan atas nama rakyat yang tergabung dari seluruh elemen masyarakat yaitu dalam satu barisan Presidium Rakyat Menggugat (PRM) yang peduli kepada bangsa dan negara indonesia serta menjunjung tinggi Pancasila, Khusus nya sila ke-5 ‘Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat indonesia’, untuk menindak lanjuti perkara dalam pemeriksaan meiliana tentang kritik suara adzan, di Tanjung Balai Medan yang menyebabkan ketidakadilan dalam satu pihak,” ungkap Sisca.

Sisca Rumandor juga mengatakan bahwa kasus yang menimpa Meiliana adalah keadilan yang sangat buruk untuk peradilan yang begitu lemah oleh intervensi pihak non hukum, terlepas dari masalah minoritas dan mayoritas dalam unsur intoleransi yang sangat kental kepada masyarakat yang menjadi korban ketidak adilan hukum di indonesia, sehingga Presidium Rakyat Menggugat (PRM) sangat terusik dan terbebani atas proses peradilan yang *TIDAK ADIL* yang disodorkan ke masyarakat.

“Saya berharap jangan ada tebang pilih baik dari masyarakat yang melakukan pengerusakan dan pembakar rumah ibadah, Pengerusakan Balai Pengobatan, Pencurian di lokasi kejadian serta Provokator yang mengakibatkan kerugian baik rumah ibadah dan ruman korban Meiliana,” jelasnya.

Adapun kasus Meiliana berawal dari keluhan tentang suara azan, bermula pada Senin, tanggal 29 Juli 2016. Suasana di Jalan Karya Lingkungan I, Kelurahan Tanjung Balai Kota I, Kecamatan Tanjung Balai Selatan menjadi tegang setelah seorang warga, yaitu Meiliana menyampaikan protes terhadap suara adzan yang menggema dari Masjid Al-Maksun. Hakim menghukum Meiliana 1 tahun 8 bulan kurungan penjara. Meiliana yang berusia 44 tahun itu sudah mendekam di Rumah Tahanan Tanjung Gusta, Medan, sejak bulan Mei 2018. Hakim menilai bahwa Meiliana melanggar pasal 156 KUHP atas perbuatannya memprotes kebebasan beragama tentang penistaan agama. (Nafis)