JAKARTA – Indonesia dan Jepang terus berupaya meningkatkan kolaborasi yang komprehensif di sektor industri guna memperkuat struktur ekonomi kedua negara. Langkah strategis ini juga bertujuan untuk bersama-sama siap menghadapi era revolusi industri 4.0.

“Sesuai peta jalan Making Indonesia 4.0, salah satu program prioritasnya adalah menarik minat perusahaan global untuk berinvestasi di Tanah Air. Hal ini dapat mendorong transfer teknologi ke perusahaan lokal,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto usai bertemu dengan Gubernur Prefektur Saitama Kiyoshi Ueda di Kementerian Perindustrian, Jakarta, Rabu (24/10).

Menperin menjelaskan, dalam pertemuan tersebut, pihaknya memberikan kesempatan kepada delegasi Prefektur Saitama untuk menyampaikan berbagai potensi yang bisa disinergikan bagi pelaku industri Indonesia dan Jepang. “Saitama sebagai salah satu lokasi induk pabrik Honda, dan Nissan juga punya pusat litbang di sana. Selain itu, mereka kuat di industri farmasi serta makanan dan minuman,” ujarnya.

Menurut Airlangga, Saitama merupakan provinsi yang memberikan kontribusi besar kelima bagi produk domestik bruto (PDB) Negeri Sakura. “Jadi, mereka akan memfailitasi peningkatan kerja sama di sektor industri, termasuk pengembangan kompetensi sumber daya manusia (SDM). Di sana ada perusahaan sistem persinyalan untuk mendukung MRT, mereka mengajak para insinyur kita belajar teknologi itu di Saitama,” tuturnya.

Pada kesempatan itu, Menperin memaparkan mengenai komitmen pemerintah Indonesia dalam upaya mendorong pengembangan industri manufaktur ke depan. “Kami bertekad terus menciptakan iklim bisnis yang lebih kondusif dengan meluncurkan beberapa paket kebijakan ekonomi dan memberikan kemudahan dalam perizinan usaha. Ada juga Making Indonesia 4.0 sebagai strategi penerapan industri 4.0,” imbuhnya.

Airlangga menambahkan, selama 4 tahun kinerja pemerintahan Jokowi-JK, daya saing industri nasional semakin kompetitif di kancah global. Hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan pada nilai tambah industri, indeks daya saing global, peringkat manufacturing value added (MVA), serta pangsa pasar industri nasional terhadap manufaktur global.

“Nilai tambah Industri nasional meningkat hingga USD34 miliar, dari tahun 2014 yang mencapai USD202, 82 miliar menjadi USD236,69 miliar saat ini. Sementara itu, apabila melihat indeks daya saing global, yang sekarang diperkenalkan metode baru dengan indikator penerapan revolusi industri 4.0, peringkat Indonesia naik dari posisi 47 tahun 2017 menjadi level ke-45 di 2018,” ungkapnya.

Bahkan, merujuk data The United Nations Industrial Development Organization (UNIDO), indeks MVA untuk industri di Indonesia naik tiga peringkat dari posisi 12 pada tahun 2014 menjadi level ke-9 di 2018. “Selain itu, pangsa pasar industri manufaktur Indonesia di kancah global pun ikut meningkat menjadi 1,84 persen pada tahun 2018,” lanjutnya.

Menperin juga memastikan, guna memacu pertumbuhan industri manufaktur dan agar lebih berdaya saing global, pemerintah telah menyiapkan berbagai insentif fiskal yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku industri di Tanah Air. Fasilitas perpajakan itu antara lain tax holiday, tax allowance, Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP), dan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE).

“Dalam waktu dekat, akan dikeluarkan insentif super tax deduction untuk perusahaan yang melakukankegiatan vokasi dalam rangka meningkatkan kompetensi SDM dan untuk industri yang melaksanakankegiatan RD&D (research, development, and design),” papar Airlangga.

Dalam upaya menciptakan tenaga kerja terampil yang sesuai kebutuhan dunia industri saat ini, termasuk kesiapan memasuki era revolusi industri 4.0, Kemenperin telah meluncurkan program pendidikan vokasi yang link and match dengan industri di beberapa wilayah di Indonesia. “Kami telah menggandeng sebanyak 609 industri dan 1.753 SMK yang terlibat. Program ini akan terus digulirkan,” jelasnya.

Untuk itu, Menperin berharap pertemuannya dengan Gubernur Prefektur Saitama dapat menjembatani peningkatan investasi Jepang di Indonesia khususnya untuk sektor industri, baik skala besar maupun kecil dan menengah. Sepanjang tahun 2017, investasi Jepang merupakan terbesar kedua di Indonesia dengan nilai mencapai USD8,4 miliar. Sementara pada periode Januari-April 2018, realisasi nilai investasi Jepang juga menduduki peringkat kedua sebesar USD1,4 miliar dengan total 375proyek.

Pada hari sebelumnya, Menperin melakukan rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI tentang penyesuaian rencana kerja anggaran (RKA) Tahun 2019 sesuai hasil pembahasan Badan Anggaran DPR RI. Pada hasil kesimpulan raker tersebut, Komisi VI DPR RI menyetujui pagu anggaran Kementerian Perindustrian Tahun 2019 sebesar Rp3,59 triliun.

“Pagu alokasi anggaran Kemenperin pada tahun depan itu sesuai struktur organisasi yang baru,” kata Airlangga. Biaya terbesar akan disalurkan pada program pengembangan sumber daya manusia (SDM) industri yang mencapai Rp1,78 triliun.

Menperin menjelaskan, dalam pengoptimalan anggaran, pihaknya lebih menitik beratkan pada program pengembangan SDM industri. “Sebab, pemerintah saat ini sedang memfokuskan terhadap peningkatan kualitas SDM agar mampu menghadapi perkembangan revolusi industri keempat,” imbuhnya.

Alokasi anggaran juga didistribusikan kepada program pengembangan teknologi dan kebijakan industri sebesar Rp655,48 miliar, kemudian diikuti program penumbuhan dan pengembangan industri kecil, menengah dan aneka Rp379,81 miliar, program dukungan manajemen Kemenperin Rp241,68 miliar, serta program penumbuhan dan pengembangan industri logam, mesin, alat transportasi, dan elektronika Rp126,73 miliar.

Selanjutnya, program penumbuhan dan pengembangan industri kimia, farmasi dan tekstil sebesar Rp 123,07 miliar, program peningkatan ketahanan, pengembangan perwilayahan industri dan akses industri internasional Rp119,37 miliar, program penumbuhan dan pengembangan industri berbasis agro Rp111,63 miliar, serta program pengawasan dan peningkatan akuntabilitas aparatur Kemenperin Rp45,44 miliar.

Kesembilan program strategis tersebut akan mendukung implementasi peta jalan Making Indonesia 4.0. Kegiatan-kegiatan itu diyakini pula bakal mendongkrak produktivitas dan daya saing sektor industri nasional dalam kancah global. Selain itu mendorong penumbuhan populasi industri.

Selama 4 Tahun Pemerintahan Jokowi-JK, telah tejadi penambahan populasi industri besar dan sedang. Dari tahun 2014 sebanyak 25.094 unit usaha menjadi 30.992 unit usaha, sehingga tumbuh 5.898 unit usaha. Di sektor industri kecil juga mengalami penambahan, dari tahun 2014 sebanyak 3,52 juta unit usaha menjadi 4,49 juta unit usaha di tahun 2017. Artinya, tumbuh hingga 970 ribu industri kecil selama periode 2014-2017. (Glen)