JAKARTA – Lembaga Dewan Pers yang terus menerus menuai kontroversi di kalangan insan pers di tanah air semakin terlihat jelas Kecurangan nya. Saat penjaringan calon anggota Dewan Pers baru-baru ini menuai protes keras dari kalangan organisasi-organisasi wartawan Indonesia.

Dalam hal ini Sekber Pers Indonesia menggelar acara jumpa pers di Bakoel Koffie Cikini, Jl. Cikini Raya No.25, RT.16/RW.1, Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 10330. Pada hari Rabu, 14 November 2018, pada pukul 14.30 hingga selesai.

Protes keras dari Ibnu Mazjah salah seorang calon anggota Dewan Pers bergelar doktor ilmu hukum di anggap cacat administrasi. Di samping itu keabsahan legalitas Dewan Pers, mulai dari tahapan penjaringan, pemilihan anggota, pengajuan ke presiden, sampai penetapan anggota Dewan Pers melalui SK Presiden RI di nilai cacat hukum.

Dengan demikian Praktis hukum Dolfie Rompas, SH, MH secara tegas menjelaskan, dalam Undang – Undang Nomer 40 tahun 1999 tentang Pers, tidak ada satupun pasal yang mengatur bahwa Dewan Pers memiliki kewenangan untuk melakukan penjaringan dan pemilihan anggota Dewan Pers.

“Bahkan lebih jelas lagi, UU Pers tidak mengatur pihak mana yang berhak atau bertanggung jawab dalam mengajukan nama-nama calon anggota Dewan Pers ke Presiden RI. Sehingga dengan demikian keabsahan legalitas SK pengangkatan anggota Dewan Pers melalui suatu surat SK Presiden RI dinilai tidak memiliki dasar hukum yang jelas,” ungkap Dolfie Rompas, SH, MH,. Yang merupakan kuasa hukum yang ditunjuk oleh 9 Organisasi Pers.

Beliau menyebutkan bahwa berdasarkan pasal 15, UU Pers No 40 tahun 1999, bahwa sangat tidak jelas pihak-pihak yang di berikan kewenangan dalam melakukan tugas menjaring dan memilih anggota Dewan Pers.

“Karena setiap orang dapat saja melakukan klaim sebagai pihak yang berhak melakukan penjaringan dan pemilihan anggota Dewan Pers dan mengajukan kepada Presiden RI untuk ditetapkan sebagai anggota Dewan Pers, dalam ayat 5 pasal 15 UU Pers Nomer 40 tahun 1999 yang disebutkannya,” terang Dolfie Rompas.

Sekretariat Bersama Pers Indonesia (Sekber Pers Indonesia), merupakan hasil musyawarah dari 9 Organisasi Pers Nasional diantaranya, Serikat Pers Republik Indonesia (SPRI), Persatuan Wartawan Republik Indonesia (PWRI), Himpunan Insan Pers Seluruh Indonesia (HIPSI), Ikatan Penulis dan Jurnalis Indonesia (IPJI), Presidium Forum Pers Independen Indonesia (FPII), Persatuan Wartawan Online Indonesia (PWOIN), Ikatan Media Online (IMO), Jaringan Media Nasional (JMN), Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI). Sekber Pers Indonesia ini di bentuk pada 11 Juli 2018, dengan Akte notaris dan sudah berbadan hukum melalui SK. Menkumham RI Nomer AHU-0009406.AH.01.07 tahun 2018.

“Dengan demikian Ketua Umum Sekber Pers Indonesia, Wilson Lalengke, S. Pd, M. Sc, MA. menyatakan 6 sikap kepada Dewan Pers, yakni : (1). Menilai keberadaan kepengurusan Dewan Pers selama ini cacat hukum, dan dapat dikatagorikan ilegal, karena proses pemilihan anggota lembaga tersebut tidak jelas atau belum di atur oleh UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers maupun peraturan lainnya. (2). Menolak keberadaan kepengurusan Dewan Pers yang ada saat ini dan calon kepengurusan berikut nya yang sedang di persiapan oleh Dewan Pers karena tidak memiliki dasar hukum yang jelas dan pasti. (3). Menolak penggunaan anggaran negara (APBN) oleh kepengurusan lembaga Dewan Pers selama ini dan yang akan datang sebelum dilakukan nya pembenahan peraturan perundangan sebagai payung hukum yang jelas dan pasti lembaga tersebut. (4). Mendesak Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kepolisian Republik Indonesia (POLRI), dan Kejaksaan Agung, untuk melakukan Audit, pemeriksaan keuangan dan tindakan lanjutan yang di perlukan terhadap kepengurusan Dewan Pers selama ini,khususnya terkait penggunaan anggaran negara yang dikeluarkan melalui APBN. (5). Mendesak Presiden RI untuk membubarkan kepengurusan lembaga Dewan Pers periode 2016-2019, dan tidak mengeluarkan Penetapan Kepengurusan Dewan Pers yang baru sebelum dilakukannya pembenahan peraturan perundangan sebagai payung hukum yang jelas dan pasti lembaga tersebut. (6). Meminta kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), untuk sesegera mungkin melakukan revisi, perbaikan dan penyempurnaan atas UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, baik melalui Amandemen UU maupun UU Pers yang baru. (Bambang. S)