TANGERANG SELATAN  – Fraksi PDI Perjuangan MPR RI mengadakan Seminar dan dialog dengan tema “Evaluasi 15 Tahun Undang Undang No 25 Tahun 2004 tentang Sistim Perencanaan Pembangunan Nasional”, bertempat di Hotel Mercure Alam Sutera di Jl Alam Sutera Boulevard Kav. 23 Serpong, Kel Pakulonan, Kec Serpong, Tangerang Selatan, Kamis (05/09/19).

Seminar dialog publik untuk merespon dan memberikan alternatif lain terhadap polemik hadirnya kembali Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia.

Disampaikan Ahmad Basarah Wakil Ketua MPR RI, selaku narasumber menyampaikan, ada 4 kelemahan sangat mendasar yang terkandung dalam UU No 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (UU SPPN).

Ke empat kelemahan itu, kata Ahmad Baskarah yaitu, pertama, perencanaan pembangunan model SPPN hanya bertumpu di tangan eksekutif (executive centris). Dengan model pembangunan seperti ini jelas menghilangkan prinsip dan semangat gotong royong dan lebih mengedepankan individualisme.

Kedua, meskipun ada substansi RPJM yang berbeda, dikurangi atau mungkin lebih luas dari yang ditetapkan dalam RPJP, tetapi tidak ada satu pun ketentuan di dalam UUD 1945 dan atau di Undang-Undang lainnya yang melarang hal tersebut.

Selanjutnya yang ketiga, terdapat fakta, bahwa visi, misi dan program kerja Presiden terpilih ternyata dalam beberapa hal berbeda dengan visi, misi dan program kerja Kepala Daerah terpilih. Sehingga dapat terjadi perbedaan implementasi antara RPJM Nasional dengan RPJM Daerah.

Yang ke empat lanjutnya lagi, Presiden ataupun Kepala Daerah penggantinya tidak ada kewajiban melanjutkan program pembangunan yang telah atau sedang dijalankan tetapi belum sempat selesai oleh Presiden atau Kepala Daerah sebelumnya.

“Solusi persoalan di atas, diperlukan upaya menghadirkan kembali Haluan Negara dalam sistem ketatanegaraan kita. Ini semakin melengkapi sempurnanya bangunan ketatanegaraan Indonesia berdasarkan sistem presidensial. “Maksudnya Indonesia memiliki Pancasila sebagai haluan ideologi negara, UUD 1945 dasar konstitusi negara dan haluan negara sebagai kebijakan dasar pembangunan negara,” jelas Basarah.

Hal sama diutarakan Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas bahwa tataran empirik memang tidak ada sinkronisasi dan kontinuitas pembangunan nasional.  “Capaian kinerja dan prestasi di Banyuwangi, belum tentu bisa diterapkan di daerah-daerah lain.”ujarnya.

“Tidak ada sanksi bagi pemerintah daerah yang tidak melaksanakan RPJPN dan RPJMN. Karena itulah diperlukan adanya Haluan Negara sebagai kaidah penuntun arah pembangunan. Contohnya kita berkomitmen selama 9 tahun tidak boleh hadirnya retail,” jelas Anas.

Disisi lain, Arif Budimanta Wakil Ketua Komite Ekonomi Indonesia , selama hampir 25 tahun rezim RPJPN telah menjadikan ekonomi dan fiskal sebagai panglima, bukan nation and character building, sehingga nilai-nilai dan karakter pembangunan nasional mengalami erosi.

“Dampak ketiadaan haluan negara menyebabkan ketidaksesuaian RPJPN dengan RPJMN. Ini menyebabkan diskonektivitas tahapan dan prioritas pembangunan nasional yang berdampak trend pertumbuhan PDB Indonesia melambat dan cenderung stagnan di angka 5%.

Selain itu, pertumbuhan ekonomi belum bertransmisi sampai pada kehidupan masyarakat, terutama dalam mendapatkan pekerjaan dan menghasilkan pendapatan yang stabil. Dampak lainnya adalah tingkat ketimpangan masih tinggi. “Jangan sampai pertumbuhan ekonomi naik, tapi tidak terjadi pemerataan,” ujarnya.

Sedangkan, Dr Jaja Ahmad Jayus Ketua Komisi Yudisial menilai UU SPPN dan UU RPJPN memiliki banyak kelemahan, salah satunya terjadi ketidaksesuaian antara perencanaan dan penganggaran di instansi, pemerintah pusat dan daerah. “Oleh karena itu, saya dukung secara pribadi agar MPR diberikan kewenangan untuk kembali menetapkan GBHN,” ungkapnya.

Saat dikonfirmasi dengan Marianus Gea, SE, M. Ak. disela acara mengatakan , sudah jelas apa yang disampaikan pembicara tadi bahwa kita butuh haluan negara. Ini bagian dari evaluasi  yang langsung terintegrasi dengan UU No 25/2004.

Ini akan disempurnakan karena UU No 25/2004 seolah -olah tidak ada rohnya. Kita bisa melihat dalam pelaksanaannya belum bisa optimal karena ada perbedaan di tingkat pusat, provinsi dan daerah.

“Saya kira, PDI Perjuangan akan mendorong bersama-sama partai lain ke arah terbentuknya haluan negara tersebut,”pungkasnya.

( Glen )