JATIM, INDONESIAPARLEMEN.COM – Pemerintah akan fokus menurunkan angka perkawinan anak. Perkawinan anak dinilai mengancam kegagalan Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dan memengaruhi Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Selain itu perkawinan anak juga memiliki korelasi yang postif dengan Indeks Kedalaman Kemiskinan.

“Kita akan mengurangi angka perkawinan anak. Karena perkawinan dini ini telah menimbulkan berbagai persoalan. Dari sisi psikologis belum matang, dari sisi ekonomi belum kuat, dari segi pendidikan juga meningkatkan risiko putus sekolah,” ujar Tri Haryanto, Kepala Bidang Pemberdayaan Pemuda Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI, dalam Rapat Koordinasi Online Strategis Lintas Sektor Penyelenggaraan Pelayanan Kepemudaan di Jawa Timur, yang dipusatkan di Bakorwil Bojonegoro, Kamis (6/8/2020).

Untuk mencegah perkawinan anak di Indonesia, Kementerian PPPA melakukan berbagai upaya. Mulai kampanye stop perkawinan anak terutama di daerah dengan angka perkawinan anak yang masih tinggi, juga meningkatkan kapasitas dan peran Forum Anak sebagai pelopor dan pelapor, serta meningkatkan peran Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) melalui keluarga untuk mencegah perkawinan anak.

Untuk lima tahun ke depan telah diterbitkan Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang RPJMN 2020-2024 yang secara tegas menargetkan penurunan angka perkawinan anak dari 11,21 persen pada tahun 2018 menjadi 8,74 persen pada akhir tahun 2024.

“Perkawinan anak harus dicegah mulai dari tingkat desa/kelurahan, kabupaten/kota, provinsi, hingga nasional,” katanya.

Ia menjelaskan, berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2019, jumlah pemuda di Indonesia tercatat 64,19 juta jiwa, dan Jatim sebanyak 84 juta jiwa. Dalam RPJMN, pemuda tidak hanya ditempatkan sebagai subjek, tetapi juga sebagai mitra dan inisiator dari sebuah kebijakan.

“Maka dari itu, bila dikaitkan dengan fenomena bonus demografi, perlu dipahami bahwa bonus demografi harus dimanfaatkan sebaik mungkin. Sebab Bonus Demografi ibarat dua mata pisau pedang, jika kita manfaatkan maka dampak maka positifnya besar, jika tidak bisa memanfaatkan, maka kita sedang menabuh genderang perang. Karena beberapa puluh tahun kemudian, pemuda-pemuda ini akan menjadi lansia, jika tidak produktif maka mereka akan menjadi lansia yg perlu diperhatikan,” tuturnya.

Kepala Biro Adminsitrasi Kesejahteraan Sosial Pemprov Jawa Timur, Dr Hudiono, mengatakan, akibat Pandemi Covid-19 rakor ini harus diadakan secara webinar. Namun sisi positifnya, memaksa revolusi industri ke 4 benar-benar nyata dan dilaksanakan. Di sini seluruh aktivitas menggunakan jejaring, sebab kegiatan ini butuh sistem, baik dari SDM maupun jaringan dan teknologi. Pada kegiatan ini banyak pemirsa yang banyak bergabung.

Dikatakannya, bila melihat latar belakang pembangunan pemuda, salah satu dari empat pemuda di Indonesia adalah dari Jawa Timur. Artinya Jawa Timur memang punya bonus demografi. Bila hal ini diarahkan dengan baik akan menjadi bonus yang positif.

“Di Jatim 85 persen pemuda diarahkan sebagai generasi penerus bangsa, sebagai subjek pembangunan, sebagai mitra pembangunan, dan sektor lembangunan. Dari itu semua, maka merawat adalah kebijakan yg terpenting,” ujar Hudiono.

Ia pun berharap rakor ini bisa menghasilkan sebuah kebijakan dan program yang nantinya bisa mudah diaplikasikan di lapangan

(YOK/NING)