JAKARTA, INDONESIAPARLEMEN.COM – Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) DKI Jakarta secara tegas menolak Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota (Pemprov DKI) Jakarta tahun 2019.

Hal tersebut dilontarkan anggota Komisi A Fraksi PSI August Hamonangan. Dia menilai data laporan dari Pemprov DKI Jakarta tidak transparan.

“Kami tidak bisa dan tidak akan serta merta menyetujui pertanggungjawaban APBD begitu saja. Kami minta data dibuka dan dibahas,” ujar anggota Komisi A Fraksi PSI August Hamonangan di Gedung Serbaguna DPRD di Jl. Kebon Sirih, No. 18, Jakarta Pusat. Senin (7/9/2020).

Dalam rapat paripurna yang digelar itu, seluruh anggota Fraksi PSI yang hadir langsung melakukan aksi walkout seusai menyatakan sikap penolakan tersebut.

Sebelumnya, Fraksi PSI terus berupaya memperjuangkan tranparansi, August menuturkan Fraksi PSI pada 15 April 2020 lalu telah mengirimkan surat permintaan data penyerapan anggaran secara rinci per kegiatan dan per rekening dalam format excel kepada Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD). Namun hingga kini belum juga ditanggapi.

“APBD adalah uang rakyat yang harus dipertanggungjawabkan secara benar, bukan langsung diketok palu,” tegas August bersama fraksi PAN, Golkar dan Nasdem saat melakukan aksi walkout serempak.

August menilai Pemprov DKI kerap berkilah saat diminta pertanggungjawaban anggaran, padahal ditemukan beberapa pos anggaran yang janggal, yakni, anggaran Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (Gulkarmat). Dimana terungkap adanya temuan BPK dalam pembelian robot damkar senilai Rp 1,4 miliar dan Rp 840 juta. Akibatnya, Dinas Gulkarmat harus mengembalikan kelebihan tersebut kepada daerah.

“Temuan BPK ini baru disampaikan setelah kami tanya. Seharusnya temuan seperti ini dipaparkan di awal sehingga kita semua bisa mengetahui dan ambil sikap. Perlu diingat bahwa APBD disusun bersama-sama antara eksekutif dan DPRD. Dengan demikian, pihak eksekutif dan DPRD punya tanggung jawab yang sama untuk menjaga agar pelaksanaan anggaran bisa efisien dan efektif,” jelasnya.

Contoh lain dikemukakan yakni mengenai anggaran Formula E di Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora). Pada APBD 2019, Pemprov DKI membayar uang commitment fee sebesar Rp 360 miliar untuk pelaksanaan Formula E tahun 2020. Sementara itu, pada APBD 2020 juga telah dibayarkan commitment fee sebesar Rp 200 miliar untuk pelaksanaan Formula E tahun 2021.

Di sisi lain, pelaksanaan Formula E tahun 2020 yang sedianya dilakukan bulan Juni telah dibatalkan akibat pandemi covid. Sedangkan Formula E tahun 2021 belum ada kejelasan.

“Sampai sekarang belum jelas bagaimana nasib uang commitment fee yang sudah terlanjur dibayarkan sebesar Rp 560 M. Kami tidak melihat adanya kemauan politik atau political will dari Pak Gubernur untuk mengembalikan uang ini, padahal sekarang sedang kondisi defisit anggaran,” paparnya.

Contoh berikutnya adalah anggaran penanganan banjir. Di era Gubernur Anies Baswedan, pelaksanaan normalisasi sungai mandek. Sementara bencana banjir terus mengancam Ibukota.

“Kalau kami tanya, katanya ada masalah pembebasan lahan. Tapi sudah tiga tahun masalah ini selalu berulang, tidak ada perbaikan. Mungkin karena memang tidak ada kemauan untuk menangani banjir,” ujar August.

Menurutnya, pembahasan pertanggungjawaban APBD adalah kesempatan terakhir bagi DPRD untuk melakukan evaluasi kemampuan eksekutif melaksanakan anggaran, bukan sekedar seremonial. Dari situ, bisa dinilai dan diputuskan bagaimana alokasi anggaran di APBD berikutnya.

“Ini adalah proses yang sangat penting, jangan hanya jadi formalitas tahunan. Fraksi PSI tidak bisa dan tidak akan serta merta menyetujui pertanggungjawaban APBD begitu saja. Kita minta data dibuka dan dibahas secara mendalam,” pungkas August

(Herpal)