JAKARTA, INDONESIAPARLEMEN.COM – Izin Mendirikan Bangunan (IMB) sekolah milik Yayasan Perguruan Nasional (Pergunas) dan Direktorat Perbendaharaan Kementerian Keuangan dinilai oleh Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane sangat bernuansa koruptif.

“IMB bernomor 106/C.37 b/31.71.03.1006.01.024.R.4/-1.786.51.2020 itu diberikan kepada dua pihak, yaitu Yayasan Perguruan Nasional dan Ditjen Perbendaharaan Kemenkeu,” kata Neta S Pane, Jum’at (16/10/2020).

IMB tertanggal 23 Juni 2020 itu dikeluarkan oleh Unit Pengelola Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (UPPM PTSP) Pemprop DKI Jakarta.

”Sangat mungkin terjadi korupsi dan penyalahgunaan jabatan jika Kementerian Keuangan cq Ditjen Perbendaharaan memberikan rekomendasi pemakaian aset negara berupa tanah kepada swasta tanpa ada perjanjian kontrak atau sewa jual-beli,” kata Neta.

Neta Pane mengaku menerima aduan sejumlah warga di RT. 015 RW. 03 Kelurahan Cempaka Baru, Jakarta Pusat yang akan melaporkan kasus tersebut ke polisi.

“Mereka (warga) mau melaporkan kejanggalan IMB itu ke polisi, sah-sah saja. Tapi saya sarankan sebaiknya minta back-up pada lembaga swadaya masyarakat di bidang pertanahan,” kata Neta.

Menurut Neta Pane, kejanggalan lain dari IMB bangunan sekolah swasta Pergunas itu lantaran adanya rekomendasi dari Ditjen Perbendaharaan Kemenkeu sebagai pemilik lahan.

Surat rekomendasi Kemenkeu itu bernomor S-74/PB.1/2019 ditujukan ke PTSP dengan dibubuhi tandatangan Sekretaris Dirjen Perbendaharaan Kemenkeu RM Wiwieng Handayaningsih tanggal 22 April 2019.

”Isinya tentang Permohonan Kebijakan untuk diijinkannya Meneruskan Pembangunan Gedung SMP/SMA Perguruan Nasional,” ujar Neta.

Atas rekomendasi itulah maka keluar IMB, yang dalam proses pelaksanaan pembangunannya selama sebulan dikeluhkan oleh warga sekitar.

”Kemenkeu seolah mendengar keluhan warga, lalu mengirim surat ‘teguran’ ke Pergunas agar menghentikan pembangunan sementara,” katanya.

Namun surat Kemenkeu tentang Permintaan Penundaan Pelaksanaan Pembangunan gedung sekolah itu diabaikan oleh Yayasan Pergunas dengan tetap mengerjakan proyek.

”Pada titik ketika teguran dari Kemenkeu diabaikan oleh Yayasan Pergunas maka hal tersebut bisa dianggap bentuk penyerobotan lahan negara oleh swasta. Ini juga bisa dijadikan bahan laporan ke polisi,” katanya.

Menurut Neta Pane, warga dan LSM dapat melaporkan kasus-kasus penyerobotan tanah negara tersebut ke aparat kepolisian Polda Metro Jaya.

“Pelaporan itu sebagai bentuk kontrol sosial, dan polisi harus turun ke TKP untuk menyelidiki,” tuturnya. (Nov/Red)