Foto : internet

JAKARTA, INDONESIAPARLEMEN.COM – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahauri  menegaskan lembaganya akan menindaklanjuti setiap informasi yang berkembang di masyarakat terkait kasus dugaan korupsi  bantuan sosial (bansos) yang menjerat eks Menteri Sosial Juliari Peter Batubara.

ia menegaskan KPK bekerja secara profesional, akuntabel, dan transparan serta menjunjung tinggi hak asasi manusia. Kata dia, KPK tidak pandang bulu dalam melakukan penegakan hukum.

Hal itu disampaikan Firli menjawab informasi mengenai dugaan keterlibatan politikus PDI Perjuangan (PDIP) Herman Hery dan Ihsan Yunus. Meski belakangan, Koran Tempo menyebut ada sosok ‘madam’ yang dikaitkan erat ke tokoh penting di lingkaran elite PDIP.

“Pada prinsipnya segala informasi dari masyarakat akan ditindaklanjuti sesuai dengan alat bukti yang dikumpulkan dan keterangan para saksi-saksi,” kata Firli  melalui keterangan tertulis, Selasa (26/1/2021).

“Karena dengan bukti-bukti itulah akan membuat terang suatu perkara dan menemukan tersangkanya,” lanjutnya.

Kendati demikian, jenderal polisi bintang tiga itu menyatakan untuk saat ini penyidik masih fokus pada pembuktian unsur pasal sangkaan terhadap lima tersangka.

Adapun tersangka yang dimaksud yakni Juliari; dua pejabat pembuat komitmen (PPK) Kementerian Sosial, Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono; serta dua pihak swasta Ardian I M dan Harry Sidabuke.

Saat temuan awal KPK, Juliari diduga menerima fee Rp10 ribu dari setiap bansos. Total uang yang diterima mencapai Rp17 miliar dari dua paket pelaksanaan bantuan.

Ia disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Matheus dan Adi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf (i) UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Sedangkan Ardian I M dan Harry Sidabuke dari unsur swasta, sebagai pemberi suap, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

(Red)