Gedung KPK, Jakarta/Indonesiaparlemen, angie

JAKARTA, INDONESIAPARLEMEN
Dugaan adanya pemotongan insentif tenaga kesehatan (nakes) dalam penanganan Covid-19 oleh pihak Rumah Sakit (RS) ditemukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).  Angka pemotongan ini berkisar 50-70%>

“Insentif yang diterima oleh tenaga kesehatan secara langsung tersebut diketahui dilakukan pemotongan oleh pihak manajemen untuk kemudian diberikan kepada nakes atau pihak lainnya yang tidak berhubungan langsung dalam penanganan pasien COVID-19,” Ungkap Plt Juru Bicara KPK Bidang Pencegahan Ipi Maryati, Selasa (23/2/2021).

Ipi memaparkan, KPK menemukan sejumlah permasalahan terkait pembayaran insentif dan santunan tenaga kesehatan. Data dari Maret hingga akhir Juni 2020, melalui kajian cepat terkait penanganan Covid-19, khususnya di bidang kesehatan.

Temuan itu didasari analisis terhadap Keputusan Menteri Kesehatan (KMK) No. HK.01.07/MNENKES/278/2020.

Berikut ini sejumlah permasalahan yang ditemukan KPK, dilansir dari CNBC:

1. Potensi inefisiensi keuangan negara yang disebabkan duplikasi anggaran untuk program pemberian insentif tenaga kesehatan di daerah, yakni melalui Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) dan Belanja Tidak terduga (BTT).

2. Proses pembayaran yang berjenjang menyebabkan lamanya waktu pencairan dan meningkatkan risiko penundaan dan pemotongan insentif atau santunan tenaga kesehatan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.

3. Proses verifikasi akhir yang terpusat di Kementerian Kesehatan dapat menyebabkan lamanya proses verifikasi dan berdampak pada lambatnya pembayaran insentif dan santunan tenaga kesehatan.

Saat ini KPK merekomendasikan sejumlah perbaikan. Di antaranya pengajuan insentif tenaga kesehatan pada salah satu sumber anggaran saja (BOK atau BTT).

“Pembayaran insentif dan santunan tenaga kesehatan di kabupaten/kota/provinsi yang dibiayai dari BOK cukup dilakukan oleh tim verifikator daerah. Pembayaran insentif dan santunan dilakukan secara langsung kepada nakes,” Pungkas Ipi.

Penulis : Redaksi