Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo meminta maaf terkait surat telegram yang mengatur tentang pelaksanaan peliputan bermuatan kekerasan/dan atau kejahatan dalam program siaran jurnalistik

JAKARTA, INDONESIA PARLEMEN – Ketua Presidium Indonesian Police Watch (IPW), Neta S Pane menilai dicabutnya Telegram atau Surat Kapolri soal pelarangan wartawan memberitakan kekerasan polisi merupakan sikap tidak profesional dan plin plan.

Neta mempertanyakan siapa yang menjadi pembisik Kapolri hingga mengeluarkan Telegram tersebut.

“Begitu banyak pihak yg mengkritisi, Kapolri seperti ketakutan dan mencabutnya. Fenomena ini menunjukkan bahwa Kapolri tidak siap dengan konsep yang akan dijalankan dan hanya bersifat coba-coba, ” Kata Neta kepada Indonesia Parlemen, Rabu (7/4/2021).

Lebih lanjut, mantan wartawan senior ini merasa jika cara-cara ini masih terjadi tentu publik akan mempertanyakan ada apa dengan Kapolri dan bagaimana dengan konsep Presisinya.

“Sebenarnya tidak ada yg istimewa dari surat Kapolri tertanggal 5 April 2021 tersebut karena surat itu untuk internal kepolisian. Hanya saja surat Kapolri itu memang bisa disalahgunakan kalangan kepolisian untuk membatasi dan tidak memberi akses kepada pers untuk sebuah peristiwa yg menyangkut internal polri, apalagi yg bersifat negatif,” Papar Neta.

Meskipun menurutnya surat Kapolri itu bukan buat eksternal Polri, apalagi untuk melarang larang kalangan pers.

“Karena Kapolri tidak punya wewenang melarangan pers. Dalam bertugas pers dilindungi UU pers,” Imbuh Neta.

Di poin pertama surat Kapolri itu menyebutkan, Media dilarang menyiarkan upaya atau tindakan kepolisian yang menampilkan arogansi dan kekerasan, diimbau untuk menanyangkan kegiatan kepolisian yang tegas namun humanis, Neta berpendapat jika itu hanya ditujukan ke internal polri agar dalam operasi kepolisian tidak mengajak atau melibatkan para wartawan.

“Selain itu Kapolri dan jajarannya harus tahu bahwa mereka adalah pejabat publik yang digaji dari uang rakyat, sehingga mereka tetap perlu mengakomodir pers sebagai pilar alat kontrol publik,” Pungkasnya.

Menyikapi kritik tentang Telegram tersebut, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo meminta maaf terkait surat telegram yang mengatur tentang pelaksanaan peliputan bermuatan kekerasan/dan atau kejahatan dalam program siaran jurnalistik.

Listyo Sigit memahami mengenai timbulnya penafsiran yang beragam terhadap surat telegram itu.

“Mohon maaf atas terjadinya salah penafsiran yang membuat ketidaknyamanan teman-teman media. Sekali lagi kami selalu butuh koreksi dari teman-teman media dan eksternal untuk perbaikan insititusi Polri agar bisa jadi lebih baik,” Terang Sigit dalam keterangannya, Selasa (6/4/2021).

Diketahui Surat telegram nomor ST/750/IV/HUM.3.4.5./2021 yang ditanda tangani Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo tanggal 5 April 2021 menuai banyak kritik.

Edaran Telegram berisikan 11 poin tentang pelaksanaan peliputan bermuatan kekerasan/dan atau kejahatan dalam program siaran jurnalistik.

Penulis: Angie