Dengan alasan efisiensi, media online VIVA.co.id memutuskan untuk merumahkan sejumlah karyawannya.

JAKARTA, INDONESIA PARLEMEN – Jelang peringatan Hari Buruh yang jatuh pada 1 Mei 2021, masih banyak ketidakadilan yang dialami oleh para pekerja di Indonesia. Pandemi Covid-19 yang merebak sejak awal 2020, dijadikan alasan sejumlah perusahaan untuk mengambil keputusan yang merugikan pekerja.

Salah satunya dilakukan oleh PT. VIVA Media Baru yang membawahi portal berita VIVA.co.id.

Dengan alasan efisiensi, media online VIVA.co.id memutuskan untuk merumahkan sejumlah karyawannya. Keputusan ini ditetapkan secara sepihak tanpa melibatkan Solidaritas Pekerja VIVA (SPV) sebagai serikat pekerja resmi yang tercatat di Sudinakertrans Jakarta Timur.

Pengumuman soal program ini disampaikan secara mendadak oleh pihak manajemen di hadapan jajaran manajer dan pengurus SPV pada Kamis, 14 Januari 2021.

Manajemen perusahaan menjelaskan, program ini akan dijalankan selama enam bulan terhitung mulai 1 Februari 2021. Pekerja yang namanya masuk di dalam daftar tak akan diberi tugas apa pun. Sementara gaji dan THR mereka hanya akan dibayarkan 50%. Setelah enam bulan, perusahaan berjanji akan mengevaluasi, apakah program itu akan dilanjutkan atau tidak.

Proses pemanggilan karyawan berlangsung secara bertahap mulai dari 15 hingga 27 Januari 2021. Dalam rentang waktu itu, ada 21 karyawan yang dipanggil manajemen. Dari jumlah itu, paling tidak ada 11 karyawan yang menolak untuk dirumahkan.

Pada 31 Januari 2021, SPV secara resmi melayangkan surat pernyataan sikap yang berisi penolakan terhadap program tersebut.

Namun, pada 1 Februari 2021, sebanyak 18 karyawan mendapat surel berisi pemberitahuan bahwa mereka telah resmi dibebastugaskan. Dua di antara karyawan itu adalah Setyo A. Saputro yang juga menjabat Ketua SPV dan Endah Lismartini Sekretaris SPV dan Ketua Bidang Ketenagakerjaan AJI Indonesia.

Selama tiga bulan berturut-turut, sejak Februari 2021 hingga April 2021, pekerja yang dirumahkan hanya menerima setengah dari upah yang seharusnya dibayar penuh perusahaan. Tak hanya itu, pembayaran upah bulan Maret dan April juga mengalami keterlambatan tanpa ada pemberitahuan.

Menurut Endah, ini adalah keputusan sepihak, “Waktu bertemu manajemen, saya secara tegas menolak program ini. Saya tidak mau tanda tangan. Tapi ternyata saya tetap dirumahkan. Akses email kantor dan akun CMS (Content Manajement System) saya tiba-tiba diblokir.”

Bahkan, Setyo mengaku tak disodori formulir apa pun, “Ketika itu, saya hanya ditanya soal pekerjaan. Di situ, saya menyampaikan aspirasi kawan-kawan SPV. Saya tidak diminta menandatangani apa pun.” Ujar Setyo.

Perusahaan mengklaim, nama-nama yang dirumahkan sudah disetujui direktorat dan manajer terkait. Namun, jajaran manajer yang hadir dalam rapat pada 14 Januari 2021 membantah dan mengaku tak tahu menahu soal nama-nama itu.

Perusahaan juga menyebut, nama-nama itu masuk di daftar berdasarkan kinerja, absensi, dan produktivitas. Namun, karyawan-karyawan itu mengaku tak pernah mendapat teguran atau Surat Peringatan sebagai indikasi buruknya kinerja mereka.

Manajemen VIVA.co.id mengambil keputusan ini dengan merujuk pada Surat Edaran Kemenaker M/3/HK.04/III/2020 tentang perlindungan buruh dan kelangsungan usaha terkait pandemi Covid-19.

Padahal, di surat edaran itu, jelas-jelas disebutkan bahwa perubahan besaran upah pekerja harus dilakukan sesuai dengan kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja. Secara legal formal, surat edaran semacam itu juga tak memiliki kekuatan hukum untuk menggantikan undang-undang.

Atas dasar sengketa itulah, Setyo dan Endah selaku karyawan yang dirugikan mengajukan permintaan bipartit dengan pihak manajemen VIVA.co.id.

Proses bipartit berlangsung pada Senin, 5 April 2021. Pertemuan ini dihadiri pula oleh Rizki Yudha Prawira (LBH Pers) dan Taufiqurrohman (AJI Jakarta) selaku kuasa hukum pihak pekerja. Dalam proses ini, pihak manajemen dan pekerja saling beradu argumen terkait keputusan merumahkan karyawan.

“Bipartit berakhir deadlock. Tapi tidak apa-apa, kami akan tetap maju ke proses tripartit,” kata Endah.

Sementara Setyo justru heran dengan permintaan pihak perusahaan, “Kami diminta bersikap dewasa. Padahal, cara paling dewasa untuk menghadapi kesewenang-wenangan adalah melawan.”

Kasus ketenagakerjaan di VIVA.co.id bukan baru sekali ini terjadi. Sejak 2018, sudah sering terjadi keterlambatan pembayaran gaji di perusahaan ini. Bahkan, iuran BPJS Ketenagakerjaan karyawan belum dibayar sejak Januari 2019 hingga sekarang.

“Melihat kondisi ini, saya akan malu dengan diri saya sendiri kalau sampai saya memilih diam,” kata Setyo menutup pembicaraan.

Editor: Angie