KABUPATEN TANGERANG, INDONESIA PARLEMEN – Empat kasus tindakan Pidana Korupsi sedang menghantui Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten. Kasus itu kini tengah diusut tuntas oleh pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten.

Hal itu diungkapkan Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Banten Al Muktabar. Menurutnya, permasalahan itu menjadi tamparan keras bagi daerah yang memiliki sebutan seribu kiyai dan sejuta santri ini.

Dia memaparkan, kasus pertama adalah dugaan pemotongan pada dana hibah Pondok Pesantren (Ponpes) dengan menetapkan 5 tersangka. Mereka adalah Es dari swasta, AS pengurus Ponpes, AG pegawai honorer di Biro Kesejahteraan Rakyat (Kesra), IS mantan Kabiro Kesra Banten dan T sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Kedua, lanjutnya, dugaan korupsi pada pengadaan lahan gedung Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (Samsat) Malingping, dengan ditetapkan satu tersangka sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) berinisial SMD sebagai Kepala Unit Pelaksana Tugas (UPT) Samsat Malingping.

Ketiga, dugaan korupsi pengadaan masker KN95 dengan menetapkan satu tersangka ASN pada Dinkes Banten serta dua dari swasta. Total keseluruhan abdi negara di Pemprov yang ditetapkan tersangka sebanyak Lima orang.

Selanjutnya, dia mengungkapkan terkait pengadaan lahan dan pembangunan untuk sarana pendidikan di wilayah Kabupaten Tangerang, khususnya terkait SMAN 30 Kabupaten Tangerang (red.Kec.Sukamulya) yang sampai saat ini masih memanas dan belum ada kepastian titik lokasi dan diduga ada “Makelar Tanah” oknum orang Dindik Provinsi Banten dan Anggota Dewan.

“Surat permohonan Penolakannya masuk ke meja saya pada Tanggal 18 Mei 2021, saat ini sedang saya pelajari, laporan adalah Aliansi Fortomulya (Forum Komunikasi Tokoh Masyarakat Kecamatan Sukamulya),” Kata Al Muktabar, Rabu (2/6/2021).

Al Muktabar memaparkan, dari data yang diterimanya, penolakan tersebut didasari oleh ketidak sinkron penunjukan titik lokasi serta tidak sesuai dengan pengajuan yang telah disetujui oleh pihak Kecamatan setempat.

“Saya telah menurunkan tim ke lapangan untuk mengecek kebenarannya, dan dari laporan mereka yang benar adalah ke 3 usulan titik ini,” tegas Al Muktabar.

Titik tanah yang dimaksud Al Muktabar yaitu, Kampung Selon RT 01 RW 03 Desa Kaliasin, dengan luas 19.200 Meter, Kampung Selon RT 02 RW 05 Desa Parahu dengan luas 10.000 Meter dan Kampung Jubleg Rt 04 RW 06 Desa Benda dengan luas 15.000 Meter.

“Namun entah mengapa tiba – tiba Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Provinsi Banten merubah rencananya dan akan membeli lahan yang berada di Desa Merak yang hanya seluas 6.000 meter persegi, tanpa survey dan kajian serta tidak ada dalam usulan pihak Kecamatan Sukamulya,” keluh Al Muktabar.

Dia berujar, jika titik lokasi lahan yang akan dibayar dan dibangun tidak sesuai dengan standar sarana dan prasarana Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 maka patut dicurigai.

Dirinya menduga dan mencurigai adanya indikasi perbuatan rencana melawan hukum yang dilakukan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Provinsi Banten bersama sejumlah oknum yang berkepentingan di dalamnya.

Hal tersebut juga berdasarkan kajian dirinya bersama dengan Tokoh Pendidikan, dan para aktivis Kecamatan Sukamulya.

“Proses pengadaan lahan tanah untuk pembangunan SMAN 30 Kabupaten Tangerang, jelas tidak transparan, itu terlihat dari tidak adanya komunikasi dengan pihak Tokoh agama, tokoh masyarakat dan Pemerintah setempat,” Katanya.

“Sehingga apa yang dibutuhkan oleh masyarakat tidak sesuai dengan usulan dan hasil kajian yang dikehendaki,” pungkasnya.

Editor: Redaksi