Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Kalimantan Barat menyambangi Kantor DPRD Kabupaten Ketapang

KETAPANG, INDONESIA PARLEMEN – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Kalimantan Barat menyambangi Kantor DPRD Kabupaten Ketapang guna melangsungkan audiensi dan menyerahkan naskah rekomendasi yang termuat dalam kertas kebijakan (Policy Brief) mengenai kebijakan moratorium hutan alam primer dan lahan gambut.

“Kita berharap agar DPRD Kabupaten Ketapang melakukan pengawasan kebijakan moratorium atau kebijkaan pemulihan ekosistem gambut di daerah ini dijalankan, ” tegas Hendrikus Adam, Kadiv Kajian dan Kampanye WALHI Kalimantan Barat, Rabu (2/6/2021)

Lebih lanjut, Adam mengungkapkan bahwa peran legislatif dalam upaya memastikan mandat peraturan Pemerintah 57 tahun 2016 dan permen LHK P16 tahun 2017,  pemulihan kerusakan ekosistem di Kabupaten Ketapang yang menjadi kewajiban penanggung jawab usaha maupun pemerintah di daerah diperlukan.

“Jika pihak legislatif sudah tidak dapat menjalankan fungsi dan kewenangannya terhadap ketidak patuhan pemulihan kerusakan gambut, Kami mengapresiasi sambutan ketua DPRD Ketapang yang memberi respon akan menindaklanjuti rekomendasi kertas kebijakan yang kami sampaikan” tambah Adam.

“Jika pihak legislatif sudah tidak dapat menjalankan fungsi dan kewenangannya terhadap ketidakpatuhan pemulihan kerusakan gambut Kami mengapresiasi sambutan ketua DPRD Ketapang yang memberi respon akan menindaklanjuti rekomendasi kertas kebijakan yang kami sampaikan” tambah Adam.

Agapitus, Dewan Daerah WALHI Kalimantan yang turut serta pada audiensi menyebutkan bahwa selain berisi rekomendasi yang ditujukan kepada legislatif, WALHI Kalimantan Barat juga menyampaikan rekomendasi agar Bupati Ketapang memastikan perusahaan mematuhi pemulihan kerusakan ekosistem gambut sebagaimana mandat Permen LHK P.16 tahun 2017 tentang Pedoman Teknis Pemulihan Ekosistem Gambut.

“Poin rekomendasi lainnya agar Bupati Ketapang melakukan perbaikan tatakelola sumberdaya alam dengan mereview perizinan, menghentikan pemberian izin baru pada hutan alam primer dan lahan gambut di wilayah kabupaten Ketapang sebagaimana mandat Inpres 5 tahun 2019” ungkap Agapitus.

Sebagaimana hasil pemantauan dan analisis terhadap peta PIPPIB 2019 dengan hotspot pada tahun yang sama yang dilakukan WALHI Kalimantan Barat sebelumnya, menyimpulkan bahwa (1) wilayah yang dimoratorium sebagaimana Peta Indikatif penundaan pemberian Izin Baru (PIPPIB) tahun 2019 justeru lebih terlindungi dari pada wilayah di luar moratorium. Sementara areal di luar moratorium lebih banyak ditemukan hotspot, (2) kebijakan Penghentian Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tatakelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut sejak terbitnya Inpres 5 tahun 2019 sudah permanen, namun luasan PIPPIB cenderung berubah-ubah.

Selanjutnya poin (3) Tingkat kepatuhan perusahaan dalam melakukan restorasi ekosistem gambut sangat rendah dan pelaksanaan moratorium di daerah tidak berjalan, ibarat ‘jauh panggang dari api’, (4) belum ada upaya signifikan yang dilakukan pemerintah untuk memastikan dipenuhinya tanggungjawab pemulihan ekosistem gambut yang mengalami kerusakan dalam areal berkonsesi sebagaimana diatur Permen LHK P16 Tahun 2017 serta (5) terjadi tumpang tindih antara areal berkonsesi dengan areal yang dimoratorium (PIPPIB tahun 2019) dan tumpang tindih antara IUPHH-HA dengan konsesi perkebunan sawit.

Berkas policy brief moratorium sebelumnya juga diserahkan kepada perwakilan jurnalis, organisasi mahasiswa, organisasi keagamaan pada saat Media Briefing (30/5/2021) dan Dialog Publik (31/5/2021) dilangsungkan di Ketapang.

Reporter: Cece

Editor: Angie