Foto: ilustrasi

JAKARTA – Kabar dana haji diinvestasikan untuk pembiayaan infrastruktur ditepis Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).

“Tidak ada (investasi BPKH dialokasikan ke pembiayaan infrastruktur),” ucap Kepala BPKH Anggito Abimanyu dalam webinar bertajuk ‘Dana Haji Aman’ secara virtual, Selasa (8/6/2021).

Hal ini dipastikan Anggito, bahwa tidak ada fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkait investasi infrastruktur BPKH. Hal itu tertuang dalam keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia IV 2012.

Dalam kesempatan itu, Anggito menerangkan dana jemaah diinvestasi dengan mekanisme profil risiko low-moderate. Sebesar 90 persen investasi dalam bentuk surat berharga syariah negara dan sukuk korporasi.

“Masih ada investasi lain yang profil risiko adalah low-moderate. Anda bisa baca di e-Book kami dan laporan keuangan, silakan diunduh dan dibaca dengan cermat,” katanya.

Dia mengutarakan, investasi dana haji wajib seizin pemilik uang. BPKH menerima surat kuasa (akad wakalah) dari jemaah haji.

“Surat wakaah itu ditandatangani oleh individu dan masing-masing jemaah sebelum melakukan pendaftaran dan menyetorkan dananya itu menandatangani surat wakalah,” terang Anggito.

dia memberikan bantahan terkait Kementerian Agama dan BPKH memiliki utang pembayaran pelayanan (akomodasi) di Arab Saudi. Laporan Keuangan (LK) BPKH hingga 2020 tidak ada catatan utang kepada pihak penyedia jasa haji di Arab Saudi.

“Kalau butuh bukti atau data silakan buka website BPKH. Coba dilihat di laporan keuangan BPKH tidak ada catatan utang,” jelasnya.

Dia membantah pembatalan Haji 1442 H/2021 M karena alasan keuangan. Dia menegaskan alasan pembatalan tertuang jelas pada Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 660 Tahun 2021 tentang Pembatalan Keberangkatan Jemaah Haji.

“Alasannya utama kalau Anda baca di KMA 660 Tahun 2021 itu adalah tiga hal, kesehatan, keselamatan, dan keamanan jemaah haji,” ujar Anggito

Dia juga menegaskan, pembatalan haji juga tak disebabkan kesulitan dan gagal investasi pada 2020. BPKH membukukan surplus keuangan sebesar lebih dari Rp5 triliun dan dana kelolaan tumbuh lebih dari 15 persen.

“Dana kelolaannya tumbuh di atas 15 persen, itu merupakan dana kelolaan syariah yang pertumbuhannya lebih tinggi dari rata-rata nasional,” kata Anggito.

Sementara, Dana haji juga dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang tertuang pada Surat LPS Nomor S-001/DK01/15 Januari 2020. Selain itu, jemaah akan mendapatkan nilai manfaat dari dana lunas pada 2020 dan 2021.

Jemaah mendapat virtual account untuk mengecek manfaat yang didapat. Nilai manfaat atau imbal hasil yang diberikan dinilai setara deposito di bank syariah.

“Tahun lalu kami sudah memberikan nilai manfaat sebesar Rp1,7 juta dalam bentuk alokasi kepada jemaah yang lunas tunda,” pungkasnya.

Anggito menuturkan dana haji selalu diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Hasil audit pada 2019 mendapat opini wajar tanpa pengecualian (WTP). Sementara itu, Laporan Keuangan BPKH 2020 tengah dalam proses audit.

Editor: Redaksi