Foto: ilustrasi saturasi

JAKARTA – Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan seiring dengan lonjakan kasus Covid-19 terjadi kenaikan kebutuhan oksigen yang sangat tinggi menjadi 2.500 ton per hari, sementara kapasitas produksi hanya 1.700 ton per hari. Mengatasi hal tersebut, pemerintah telah melakukan sejumlah strategi. Salah satunya adalah melalui pengadaan oxygen concentrator.

“Ini juga sudah ada donasi 17.000 [unit oxygen concentrator] dan mulai berdatangan. Kita rencana sudah beli 20.000 unit yang nanti akan kita distribusikan ke seluruh rumah sakit dengan tempat isolasi,” ungkap Menkes dalam keterangan pers bersama, di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (26/07/2021) siang.

Dijelaskan Budi, setiap seribu unit oxygen concentrator dapat memproduksi sekitar 20 ton oksigen per hari. Peralatan kesehatan ini juga dapat didistribusikan dengan lebih mudah karena dapat menggantikan tabung-tabung oksigen besar.

“Jadi kita menghilangkan kebutuhan tabung yang besar-besar, kita menghilangkan kebutuhan transportasi logistik yang juga susah, kita juga menghilangkan kebutuhan pabrik-pabrik oksigen besar yang harus kita bangun dengan cepat,”  jelasnya.

Terkait ketersediaan oksigen cair yang diperlukan di ruang ICU rumah sakit (RS), pemerintah mendorong produsen oksigen di Indonesia untuk memaksimalkan kapasitas produksinya untuk oksigen medis. Selain itu. Pabrik industri lain yang juga memproduksi oksigen juga diminta untuk memproduksi oksigen medis.

“Kekurangannya akan kita dapat dengan memanfaatkan extra capacity dari pabrik-pabrik oksigen yang ada di Indonesia maupun extra capacity dari pabrik industri lain yang memproduksi oksigen, misalnya pabrik baja, pabrik smelter, nikel, pabrik pupuk. Mereka memproduksi oksigen di dalam negeri itu yang nanti akan kita tarik dan akan kita distribusikan ke seluruh provinsi,” kata Menkes.

Selain ketersediaan oksigen, dalam keterangan persnya Menkes juga menyoroti masalah tingginya angka kematian akibat Covid-19 dalam beberapa waktu terakhir. Ia mengatakan salah satu penyebabnya adalah karena pasien masuk ke RS sudah dalam kondisi perburukan.

“Saya sudah cek dengan banyak direktur utama rumah sakit, penyebabnya telat masuk, saturasinya sudah sangat rendah,” ujarnya. Untuk itu, Menkes mengingatkan pentingnya mengukur saturasi oksigen dengan oksimeter terutama bagi warga yang melakukan isolasi mandiri (isoman) di rumah.

“Kalau itu (angka saturasi) sudah di bawah 94 persen segera dibawa ke rumah sakit atau di isolasi terpusat. Kalau di atas 94 persen tidak usah dibawa karena akan memenuhi rumah sakit, orang yang butuh masuk jadi enggak bisa masuk. Yang penting jangan tunggu sampai turun 80-70 (persen) karena merasa sehat,” tegasnya.

Ditambahkan Menkes, agar angka kematian dapat ditekan, dibutuhkan perawatan yang tepat sejak dini. “Di seluruh dunia dari 100 yang sakit (Covid-19) yang masuk rumah sakit cuma 20 persen, yang wafat mungkin sekitar 1,7 persen, lebih rendah dari TBC atau HIV. Tapi harus dirawat dengan tepat dan cepat,” ujarnya.

Menkes juga mengimbau masyarakat yang melakukan isoman untuk melaporkan diri kepada Satuan Tugas Penanganan Covid-19 di daerahnya sehingga dapat terus dipantau. Hal ini juga dapat menurunkan risiko kematian pada pasien yang melakukan isoman.

“Jadi tolong kalau ada yang sakit segera dilaporkan ke puskesmas, ke klinik, ke dokter agar bisa dites cepat sehingga kita bisa tahu level derajat keparahannya seperti apa dan di-treatment sesuai dengan derajat keparahannya. Mudah-mudahan dengan itu kita bisa menurunkan kematian rekan-rekan kita,” pungkasnya.