DEPOK – Furkan seorang wartawan dari media lokal Depok mengaku mendapat perlakuan arogansi Kapolres Metro Depok, Kombes Pol Imran Edwin Siregar. Kejadian bermula pada Minggu (1/8/2021), Furkan melakukan peliputan tentang kasus penipuan yang dialami oleh sekelompok pedagang sapi di Kelurahan Tirtajaya, Kecamatan Sukmajaya, Depok, Jawa Barat.

Keesokan harinya, pukul 06.30 sekelompok peternak sapi yang sempat mereka liput hari Minggu, mengabarkan akan mendatangi Polres Metro Depok guna melengkapi berkas pelaporan.

“Saya pada pukul 08:25 WIB berangkat dari rumah untuk ke Polres. Tiba pukul 09:10 di Polres. Saya langsung masuk ke Polres Metro Depok dan menunggu para korban,” kata Furkan, Senin (2/8/2021).

Dia mengungkapkan, sekitar pukul 09:30 WIB, Furkan dan sekelompok peternak sapi bertemu di kantin Polres dan mereka mau melaporkan atau melengkapi berkas laporan.

Sebagai jurnalis, Furkan mencoba konfirmasi melalui whatsapp ke Kapolres untuk menanyakan terkait kasus tersebut dengan mengirimkan link berita salah satu media pada pukul 10:15. Namun belum ditanggapi.

“Tapi setelah itu peternak masuk ke ruang laporan dan saya mengikuti masuk ke dalam, dan bertemu salah satu penyidik. Penyidik mengatakan berkas sudah masuk tunggu 3 hari. Setelah itu Saya keluar, langsung wawancara di depan ruangan piket,” ungkapnya.

Baru berjalan tiga sampai empat menit wawancara, datang Kapolres Metro Depok ditemani beberapa anggota dan Dandim 05/08 Depok, langsung masuk ke ruang penyidik. Setelah keluar, Lanjut Furkan, Kapolres langsung bertanya padanya dengan nada keras.

“Kamu siapa, mana pelapor. Akhirnya saya jawab saya wartawan pak. Terus ditanya kamu wartawan mana. saya wartawan DepokNews,” ujar Furkan.

Setelah itu, Furkan menuturkan jika Kapolres menanyakan kartu Identitas pers miliknya, dan memarahinya karena masuk wawancara tanpa izin dari Kapolres. Furkan dianggap menggangu proses penyelidikan dan membuat berita bohong.

“Kapolres bilang ke saya kalau dia tidak kenal saya. Kata kapolres dia tahu wartawan apalagi Pokja dia kenal,”  kata Furkan.

Furkan mengaku, Kapolres juga memerintahkan anggotanya untuk memeriksa tas miliknya, dan ditemui kartu anggota PWI dan kartu mahasiswa.

“Setelah itu saya langsung di usir keluar dan rekaman disuruh hapus dan dihapus oleh anggota rekaman hasil liputan saya, dan saya mengadu ke kantor PWI Depok,” Imbuhnya.

Ketika dikonfirmasi mengenai hal tersebut, Kapolres Metro Depok, Kombespol Imran Edwin Siregar hanya menjawab dengan singkat, dan belum mau mengeluarkan statmen.

“Silahkan mereka dengan versinya. Saya tidak tanggapi dulu, nanti ada saatnya,” kata Imran Edwin Siregar.

Dalam kesempatan terpisah, Mantan Komisioner Kompolnas periode 2016-2020, Andrea H. Poeloengan turut menyoroti permasalahan yang terjadi antara Kapolres Metro Depok dan seorang jurnalis.

Menurut Andrea, polisi dan wartawan harus saling menghargai profesinya. Dialektika antar polisi dan wartawan harus sama sama terbangun dalam suasana yang santun, bersahaja dan saling mengormati (Respect). Selain itu dalam konteks profesional, masing masing juga harus menunjukan identitas profesi masing masing.

“Artinya polisi ya harus benar benar polisi yang bertugas dan berwenang serta lulus dari pendidikan dan pelatihan kepolisian. Sementara, wartawan, juga harus mempunyai sertifikat profesi, lulus ujian profesi wartawan / jurnalistik dan tergabung dalam Organisasi Wartawan yang diakui oleh Dewan Pers, serta medianya harus juga media dan perusahaannya terdaftar dalam Dewan Pers,” ujar pria yang berprofesi sebagai dosen ini.

Dia menjelaskan, apabila salah satu baik polisi atau wartawan yang profesinya seperti dimaksud di atas, ada yang merasa tidak nyaman ketika berinteraksi, maka silahkan ajukan keluhan, yang kedua duanya bisa mengajukan kepada Dewan Pers.

“Tambahannya, baik polisi atau wartawan dapat juga diadukan ke pengawas internal lembaganya masing – masing,” terangnya.

Dia menambahkan, jika kedua belah pihak menempuh cara lain di luar jalur atau sarana yang sudah dijelaskan di atas, maka dikhawatirkan akan terjadi perbuatan melawan hukum baru.

“Sebaik-baiknya penyelesaian adalah dengan musyawarah. Untuk itu saya usulkan silahkan bermediasi di Dewan Pers,” tutupnya.

Reporter: Sofyan Hadi