PT Asuransi Jiwasraya

JAKARTA – Kualitas Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam menangani perkara dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya semakin menjadi sorotan. Hal ini menyusul putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta membatalkan surat dakwaan jaksa penuntut umum terhadap 13 perusahaan manajemen investasi yang menjadi terdakwa perkara tersebut.

Pakar hukum Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar mengatakan, putusan hakim tersebut menunjukkan menurunnya kualitas Kejaksaan dalam menangani perkara. Jaksa, katanya tidak jeli dalam memisahkan antara satu perkara dengan perkara lainnya.

“Menurunnya kualitas kejaksaan, tergambar dari putusan yang menyebutkan bahwa ada pencampuran perkara yang berlainan dalam satu perkara,” kata Fickar kepada wartawan, Selasa (17/8/2021).

Sebelumnya, majelis hakim menerima keberatan atau eksepsi terdakwa terkait penggabungan berkas perkara yang dilakukan jaksa penuntut umum. Majelis hakim menilai perkara ke-13 perusahaan investasi tidak berhubungan satu sama lain sehingga akan menyulitkan majelis untuk menilai perbuatan masing-masing terdakwa. Hakim juga menilai tindak pidana yang didakwakan kepada 13 terdakwa tersebut tidak ada sangkut paut dan hubungan satu sama lain. Untuk itu, majelis hakim melihat perkara tersebut menjadi rumit dan bertentangan dengan asas persidangan yang sederhana, cepat dan berbiaya ringan.

Fickar meminta putusan majelis hakim tersebut menjadi perhatian serius Jaksa Agung ST Burhanuddin sebagai pemimpin Kejaksaan.

“Karena justru Kejaksaanlah sebagai pimpinan penyelesaian perkara pidana atau plurium litis,” katanya.

Sementara Ketua Komisi Kejaksaan Republik Indonesia periode 2011-2015, Halius Hosen mempertanyakan profesionalisme Kejaksaan dalam menangani perkara ini sehingga bisa kalah di pengadilan. Halius menilai putusan majelis hakim mengabulkan eksepsi merupakan putusan yang tepat.

“Di mana lagi letak profesionalisme Kejaksaan? Sudah jelas perkara satu dengan lainnya yang tak ada kaitannya sama sekali dengan jumlah yang sangat banyak, yaitu 13 manajer investasi digabungkan perkaranya. Jelas, kapasitas hakim untuk mengabulkan eksepsi adalah hal yang tepat,” katanya.

Untuk itu, Halius pun meminta Jaksa Agung memerintahkan eksaminasi kasus ini. Dengan demikian, semua pejabat Kejaksaan dapat mempertanggungjawabkan tugas pokok dan fungsinya.

“Saya kira Jaksa Agung perlu memerintahkan eksaminasi agar semua pejabat kejaksaan bisa mempertanggung jawabkan tupoksinya. Jaksa itu een en ondeelbaar jadi jaksa itu satu dan tak terpisahkan, saya harap Jaksa Agung ingat itu. Kasus ini seperti mengamini hasil survei yang mengatakan kinerja kejaksaan kian buruk,” katanya.