Tim pengawal menuruni tangga pesawat TNI Angkatan Udara yang mengangkut WNI yang berhasil dievakuasi dari Kabul, Afghanistan. Foto diambil di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Sabtu (21/8/2021).

JAKARTA- Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Udara (Kadispenau) Marsma Indan Gilang Buldansyah menceritakan detik-detik proses evakuasi 26 warga negara Indonesia (WNI) dan tujuh warga negara asing (WNA) dari Afganistan dengan Pesawat Boeing 737-400 milik TNI AU.

Ia menerangkan bahwa proses evakuasi WNI dan WNA dari Afganistan tersebut merupakan hasil sinergi antarkementerian dan lembaga. Menurutnya, evakuasi sebenarnya sudah dirancang untuk meminimalisasir risiko demi memastikan seluruh proses yang dilaksanakan aman bagi semua pihak.

“Jadi segala sesuatu sesudah dirancang sedemikian rupa sehingga kegiatan evakuasi ini meminimalisir risiko dan memastikan aman untuk para WNI dan Satgas (Satuan Tugas Operasi Evakuasi WNI),” kata Indan saat dikonfirmasi oleh wartawan, Sabtu (21/8/2021).

Indan mengungkap tim yang akan melakukan evakuasi diberangkatkan setelah pihaknya mendapatkan kepastian ihwal keamanan di lokasi penjemputan dari NATO dan beberapa negara yang memiliki otoritas di bandara terkait.

Menurutnya, pemerintah juga melakukan koordinasi dengan KBRI Afganistan di Kabul sebelum bertolak dari Indonesia.

“Kemudian, pesawat kita berangkatkan setelah mendapatkan clearance dari beberapa negara yang kita lewati,” ujar Indan.

Indan melanjutkan, proses evakuasi dilakukan dengan menunggu di Islamabad, Pakistan lebih dahulu. Menurutnya, setelah mendapatkan persetujuan dari NATO pihaknya baru bertolak menuju Afganistan untuk melakukan evakuasi.

“Setelah kita mendapatkan clearance dari NATO terkait dengan ruang udara dan clearance untuk mendarat di sana baru kita berangkatkan ke sana,” ujarnya.

Indan mengaku sejumlah tantangan dihadapi dalam proses evakuasi. Tantangan pertama, menurutnya, terkait komunikasi yang baru bisa dilakukan dalam jarak dekat dan sistem instrumen pendaratan yang tidak akurat.

“Memang saat masuk ke sana ada beberapa handicap (rintangan) yang menjadi tantangan pilot masuk ke sana. Pertama, komunikasi ground dengan pesawat ini bisa terjalin setelah dekat. Kemudian ALS yang disiapkan, ALS itu instrumen landing system, jadi sistem yang memandu pesawat mendarat itu istilahnya tidak reliable, tidak akurat, sehingga harus dikombinasikan dengan visual penerbang,” ujarnya.