Foto: ilustrasi

JAKARTA – Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menyatakan, pemerintah tidak akan memberikan subsidi harga tes swab polymerase Chain Reaction (PCR) Covid-19.

Hal ini dikarenakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menginstruksikan agar harga tes usap PCR di bandara diturunkan menjadi Rp 300.000 Tidak hanya itu, Jokowi juga memerintahkan agar masa berlakunya menjadi 3×24 jam.

“Kalau ditanya apakah akan disubsidi? pemerintah tidak berencana ada mensubsidi karena memang kalau kita lihat harganya itu sudah cukup murah” ujar Menkes Budi saat konferensi pers virtual terkait Evaluasi Program PC-PEN dan Optimalisasi Anggaran Program PEN 2021, Selasa (26/10/2021).

Melihat harga PCR saat ini yang diturunkan di bawah Rp 300.000, Budi menuturkan, pemerintah tidak akan memberikan subsidi. Sebab, harga tersebut dinilai sudah cukup murah.

Menurutnya harga tes PCR Indonesia lebih mahal dibandingkan India. Meski demikian, Indonesia masih masuk 10% negara dengan harga PCR termurah di dunia.

“Harga PCR kita ini Rp 900.000 itu masuk kategori 25 % paling murah dibandingkan airport-airport di dunia. Kalau diturunkan ke Rp 300.000 itu masuk 10% paling murah dibandingkan yang lain,” urainya.

Menkes menjelaskan harga PCR India bisa lebih murah karena negara tersebut memproduksi alat sendiri. Selain itu, India juga dikenal dengan harga barang paling murah selain Tiongkok.

“Yang paling murah memang India. Negara India murah sekali Rp 100.000. Tetapi karena memang India negara yang paling murah untuk semuanya selain Tiongkok. Ini karena memang mereka punya produksi di dalam negeri,” ungkap Menkes Budi.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo memerintahkan tarif tes PCR diturunkan menjadi Rp 300.000 dan berlaku selama 3×24 jam untuk perjalanan pesawat. Hal tersebut seiring adanya kewajiban penggunaan PCR yang dilakukan pada moda transportasi pesawat.

“Mengenai arahan Presiden agar harga PCR dapat diturunkan menjadi Rp 300.000 dan berlaku selama 3×24 jam untuk perjalanan pesawat,” kata Menko Marves, Luhut Binsar Pandjaitan usai mengikuti rapat terbatas terkait evaluasi PPKM, Senin (25/10/2021).

Keputusan tersebut setelah pemerintah mendapat masukan dan kritik dari masyarakat terkait dengan kebijakan PCR. Luhut juga menjawab terkait diwajibkannya PCR walaupun kasus dan level PPKM sudah turun.

“Perlu dipahami bahwa kebijakan PCR ini diberlakukan karena kami melihat risiko penyebaran yang semakin meningkat karena mobilitas penduduk yang meningkat pesat dalam beberapa minggu terakhir. Sekali lagi saya tegaskan, kita belajar dari banyak negara yang melakukan,” katanya.