Guru Besar Hukum Tata Negara, Denny Indrayana. Dok: ist

JAKARTA – Guru Besar Hukum Tata Negara, Denny Indrayana turut mengomentasri usulan penundaan Pemilu 2024 oleh sejumlah partai politik. Menurutnya, usulan yang disampaikan itu didasari oleh dahaga atas kekuasaan semata.

“Karena lebih didasari pada dahaga atas kekuasaan semata (machtstaat) dan bukan berdasarkan perjuangan tegaknya negara hukum (rechtsstaat),” kata Denny dalam keterangannya, Sabtu (26/2/2022).

Dia berpendapat, penundaan pemilu akan turut memperpanjang jabatan presiden, parlemen sampai kepala daerah. Oleh karenanya, jika usulan itu dilaksanakan, hal tersebut merupakan potret pelanggaran konstitusi secara berjamaah. Atas dasar itu, dia menekankan usulan penundaan pemilu harus ditanggapi dengan serius dan cepat.

Untuk itu Denny menjelaskan pelanggaran atas konstitusi dimungkinkan dalam teori ketatanegaraan. Hanya saja, hal itu dapat dilakukan dalam situasi yang sangat darurat, dan semata-mata demi menyelamatkan negara dari ancaman serius serta melindungi seluruh rakyat Indonesia.

Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) itu menegaskan, pembatasan kekuasaan adalah prinsip dari konstitusionalisme. Oleh sebab itu, konstitusi tidak boleh diubah untuk melegitimasi pelanggaran konstitusi, bahkan disalahgunakan untuk memperbesar kekuasaan yang justru semestinya dibatasi konstitusi itu sendiri.

“Kita harus menyadarkan elite negeri bahwa konstitusi harus dihormati, bukan dilecehkan,” ujar Denny.