Ketua LQ Indonesia Lawfirm, Alvin Lim.

JAKARTA – LQ Indonesia Law Firm kembali mengimbau masyarakat dan pemerintah terkait bahaya adanya oknum Polri yang bermain terutama dalam penanganan kasus investasi bodong karena menyangkut uang dalam jumlah besar.

Dalam video edukasi hukumnya, LQ Indonesia Law Firm kembali menyoroti adanya dugaan oknum Mabes Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus (Tipideksus) yang tidak profesional dan transparansi dalam menangani kasus investasi bodong.

“Dari kaburnya tersangka Suwito Ayub, sampai hilangnya Yacht dari list sitaan serta tidak diperiksanya istri Henry Surya, Ipar dan bapaknya, juga tidak disitanya jam Richard Mille dan Hermes yang nilai total ratusan miliar menimbulkan dugaan adanya permainan oknum Polri yang tidak serius dan tidak professional,” kata Ketua LQ Indonesia Law Firm, Advokat Alvin Lim dalam keterangannya.

Dia mencontohkan, lihat saja tidak diborgolnya boss KSP Indosurya, Henry Surya ketika pers release, beda dengan Indra kenz yang tidak hanya diborgol melainkan di botaki kepalanya. Disini saja masyarakat bisa melihat perbedaan perlakuan Tipideksus Mabes Polri menangani ikan teri dan ikan paus. Spesial sekali,” ucap Alvin Lim sambil menunjukkan video pers rilis Mabes Polri.

Alvin Lim dengan lantang menduga bahwa para penyidik dalam melaksanakan tugasnya telah melanggar Pasal 421 KUHP yaitu penyalahgunaan wewenang dalam tugasnya yaitu melakukan pembiaran.

“Terutama dengan tidak adanya tandatangan Suwito Ayub dalam BAP tersangkanya. Bagaimana bisa berkas BAP tidak ada tandatangan tersangka, tapi ada tandatangan penyidik dan atasan penyidik? Apakah Berita Acara ini rekayasa dan buatan penyidik?,” jelas Alvin.

Alvin melanjutkan, disinyalir tidak memantau dan mengawasi para tersangka, karena tahu Suwito Ayub kabur ketika Kejaksaan mengembalikan berkas atau P-19 dan salah satu petunjuk adalah meminta agar BAP tersangka Suwito Ayub ditandatangani. Baru ketika memanggil Suwito Ayub untuk tandatangan, diketahui Suwito Ayub kabur.

“Hal tersebut sebenarnya sudah jelas menjadi bukti pelanggaran penyidik dan atasan penyidik dalam penanganan perkara Indosurya. Direktur Tipideksus Brigjen Wisnu Hermawan wajib bertanggung jawab penuh atas dugaan pelanggaran tersebut,” ucap Alvin.

Alvin menunjukkan bukti adanya oknum Polri bermain dalam aset sitaan sambil menunjukkan putusan MA No. 446 K/Pidsus/2013 yang berisi vonis terhadap oknum Polri AKP Anang Susanto yang menggelapkan aset sitaan dan berbagi dengan para atasannya dari Kasubdit, Wakil Direktur, hingga Direktur di Polda Metro Jaya dalam kasus Investasi Bodong PT. Sarana Perdana Indoglobal dengan kerugian Rp3 triliun lebih.

“Rp250 juta untuk lunasi mobil BMW dan Rp500 juta rupiah diberikan kepada Dirkrimum Kombes Carlo Tewu (sekarang IrjenPol Purnawirawan), juga Rudi Sufahriyadi, kostbar dan Achmad Rivai. Semua tertulis turut menerima uang aset para korban Investasi bodong,” ungkap Alvin.

Dia melanjutkan, Rp200 juta rupiah untuk membangun ruang kantor Dirkrimum Polda Metro Jaya. Semua tertera jelas di putusan MA tersebut,” ucap Alvin Lim dengan penuh emosi. Kalo itu terjadi di masa lalu, belum lama di Fismondev Panit Unit 5 juga memeras korban. Rp500 juta rupiah untuk kepengurusan SP3.

“Dari dulu sampai sekarang tidak berubah, bahkan sekarang lebih terang-terangan berani oknum Polri minta suap di kantor polisi di siang bolong, karena Ketua KPK juga dipimpin kepolisian. Slogan Polri Presisi Berkeadilan itu hanyalah impian, kenyataannya Polri Persis Berkeduitan,” terang Alvin.

Alvin menerangkan, sudah menerima banyak ancaman, bahkan Polres Jakarta Pusat berusaha membidik dengan dugaan pencemaran nama baik dan fitnah, namun dia mengaku tidak takut dan tetap akan selalu vokal apapun resikonya.

“Sudah ada yang mati bunuh diri, stress, sakit parah. Kemana Pemerintah dan Kepala Negara ketika masyarakat Indonesia membutuhkan kepemimpinannya?,” pungkas Alvin Lim.**