JENEWA – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengeluarkan peringatan jika pandemi Covid-19 belum berakhir, meski sejumlah negara sudah mencabut kebijakan untuk menekan penyebarannya.

“Di banyak negara, semua pembatasan telah dicabut, dan kehidupan tampak seperti sebelum pandemi,” kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus kepada hadirin dari 194 negara yang menghadiri pertemuan langsung pertama sejak awal pandemi tahun 2019.

“Jadi, apakah (pandemi) sudah berakhir? Tidak, ini tentu belum berakhir,” ucap dia dikutip dari Xinhua, Senin (23/5/2022).

WHO menerima laporan lebih dari 6 juta kematian akibat Covid-19. Namun, perkiraan terbaru organisasi tersebut menunjukkan angka kematian sebenarnya jauh lebih tinggi, hampir 15 juta.

Dalam pertemuan Majelis Kesehatan Dunia (WHA) ke-75, WHO membeberkan jumlah kasus covid-19 kini menurun secara signifikan dibandingkan gelombang varian Omicron pada Januari lalu. Angka kematian pun mencapai titik terendah sejak Maret 2020.

Dengan 60 persen masyarakat dunia sudah divaksinasi, Tedros mengingatkan, “(Pandemi) belum berakhir di mana pun sampai semuanya berakhir.”

Menurut WHO, kasus covid-19 meningkat pada hampir 70 negara saat tes sedang menurun. Di samping itu, jumlah kematian juga bertambah di banyak benua, terutama yang memiliki tingkat vaksinasi rendah.

“Virus ini terus mengejutkan kita … Kita masih tidak dapat memprediksi arahnya, atau intensitasnya,” ucap Tedros. “Kita menurunkan kewaspadaan dengan risiko berbahaya.”

Ia memperingatkan bahwa peningkatan penularan akan menambah kematian, terutama bagi masyarakat yang tidak divaksinasi, dan risiko munculnya varian baru lebih tinggi.

Hampir 1 miliar masyarakat negara dengan pengjasilan rendah masih belum memperoleh vaksin. Sementara itu, 57 negara telah memvaksinasi 70 persen populasinya, di mana sebagian besar memiliki penghasilan tinggi.

“Kita harus terus mendukung semua negara untuk mencapai 70 persen cakupan vaksinasi secepat mungkin,” ujar Tedros.

Tedros menyebut target cakupan vaksinasi yakni 100 persen untuk masyarakat di atas 60 tahun, petugas kesehatan, dan mereka yang memiliki penyakit bawaan.

Tema pertemuan tahun ini, yang berakhir pada 28 Mei, adalah “Kesehatan untuk perdamaian, perdamaian untuk kesehatan.”

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan rapat diadakan ketika kesehatan global tengah menghadapi tantangan perubahan iklim, polusi, konflik, kemiskinan, dan kesenjangan, yang turut memengaruhi pendanaan sistem kesehatan.

Guterres memuji WHO atas kerja kerasnya dalam memimpin perlawanan terhadap pandemi. Ia pun mendesak negara-negara meningkatkan investasi.

“Tidak ada pengembalian investasi (return on investment) yang lebih besar daripada kesehatan; untuk masyarakat, untuk ekonomi dan pekerjaan, untuk perdamaian dan keamanan, untuk planet kita,” katanya.

Presiden Kenya Uhuru Kenyatta, yang menghadiri pertemuan secara tatap muka, mengatakan pandemi telah membuka tingkat kesenjangan di seluruh dunia.

“Tidak ada negara atau sektor yang terlepas dari dampak buruk Covid-19,” katanya. “Ini terutama berlaku untuk negara berkembang dan kurang berkembang, yang lebih rentan terhadap guncangan ekonomi dan gangguan sistem pasokan global.

Kenyatta menyinggung dilangsungkannya pemulihan ekonomi yang tidak merata, dan dampaknya terhadap upaya menghilangkan kesenjangan antar negara.

Melalui pesan video, Presiden Prancis Emmanuel Macron meminta dunia untuk mendukung WHO “tanpa henti”.

“WHO adalah satu-satunya lembaga yang sah untuk menjamin kesehatan universal, dan memungkinkan kita, secara bersama-sama, untuk melakukan tanggapan yang terkoordinasi dan bersatu,” katanya.

Dampak perang dan konflik akan menjadi topik utama lainnya pada pertemuan tahun ini. Tedros pada hari Minggu, 22 Mei 2022 berbicara panjang nan emosional tentang kehancuran akibat perang.

“Saya adalah anak zaman perang,” katanya, merujuk masa kecilnya di Ethiopia. “Perang sudah cukup buruk. Tapi itu menjadi lebih buruk karena menciptakan keadaan penyebaran penyakit.