Menteri ATR/Kepala BPN Hadi Tjahjanto. Dok: Setkab

DEPOK – Mafia tanah kembali memakan korban. Sejumlah penghuni Yayasan Dhuafa di Jalan Transyogi wilayah Harjamukti, Kecamatan Cimanggis, Depok mengaku takut harus berurusan dengan mafia tanah.

Sebuah Yayasan Dhuafa menjadi korban dugaan praktek mafia tanah di Depok. Hal ini lantaran bangunan serta lahan tempat mereka digusur dengan alasan tidak jelas.

Dari penjelasan pihak yayasan, adanya praktek mafia tanah ini didasarkan beberapa hal, salah satunya soal aset tersebut tidak melalui jalur sengketa di Pengadilan Negeri Depok.

Sementara dugaan adanya keterlibatan mafia tanah diungkapkan oleh tim kuasa hukum Yayasan Dhuafa itu.

“Sangat keras mafia tanahnya disini,” kata Sahat Poltak Sialagan, salah satu kuasa hukum pihak yayasan dikutip dari Suara.com.

Sahat mengatakan, jika ditelusuri informasi yang pihaknya dapatkan, pada Tahun 2019 ada seseorang yang mengaku melepaskan hak lahan dan bangunan ini kepada pihak PT PP Property selaku anak perusahaan BUMN.

Terlebih, menurut Sahat, setelah ditelusuri orang tersebut sudah meninggal pada Tahun 2016.

“Nah ini tiba-tiba kok 2018 katanya dapat kuasa jual dari orang yang meninggal 2016, nah kan mafia tanah ini secara formil hukum jago ini menutupi lobang-lobangnya dari sinilah kita butuh ketelitian,” jelas Sahat.

Sahat menerangkan, bahwa pemilik tanah dan bangunan dengan nomor sertifikat 10024 adalah atas nama Jhon Simbolon. Lahan berikut bangunan tersebut, telah ditempati sejak Tahun 1999.

“Namun tiba-tiba ada pihak pihak yang mengaku mendapat pelepasan hak dari orang yang sudah meninggal tahun 2019 itu melakukan pengerusakan melakukan penghancuran kepada tanah dan bangunan milik kita,” terang dia.

Dia juga menegaskan, bahwa aksi penggusuran ini ilegal sebab tidak pernah melalui jalur hukum. Padahal, kata dia, tempat tersebut selama ini dihuni oleh puluhan anak yatim.

“Tidak ada sengketa, tidak ada putusan pengadilan, tidak ada produk apapun. Justru ada pihak oknum preman yang ditugasi oleh pihak salah satu PT properti yang menyerobot sehingga kita melakukan laporan polisi ke Polres Depok,” jelasnya.

Anehnya, kata Sahat, laporan tersebut sempat dihentikan dan baru sekarang-sekarang ini sudah dibuka lagi atas adanya gelar perkara.

Aksi pembongkaran tanah dan bangunan milik yayasan ini membuat trauma bagi para penghuni panti.

“Sangat trauma. Mereka tidak dikasih kesempatan apapun, bahkan hanya untuk sekedar mengambil baju nggak dikasih. Eskavator langsung dari belakang menghajar bangunan, sehingga anak-anak histeris menangis,”

Sementara itu, anak pemilik lahan, Bonito Rosintan Simbolon berharap, kasus ini menjadi perhatian serius pemerintah, utamanya Menteri Agraria dan Tata Ruang Indonesia, Marsekal TNI (purn) Hadi Tjahjanto.

“Pak Hadi kami sebagai rakyat kecil yang masih awam akan hukum ditindas seperti ini kami merasa kita hidup di negara hukum kita harus patuh dengan hukum, tapi apa yang mereka lakukan ini sama sekali tidak sesuai dengan hukum, tolong bantu kami pak Hadi,” ucap Bonito.