Foto: ilustrasi

JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD mengatakan penyelesaian non-yudisial terhadap pelanggaran HAM masa lalu dilakukan lantaran penyelesaian secara yudisial selalu menemukan kendala.

Mahfud menilai, dalam penyelesaian secara yudisial Komnas HAM kerap kali tak dapat menunjukkan bukti yang cukup sehingga kasus pelanggaran berakhir dengan dibebaskan terduga pelaku.

“Adapun yang yudisial itu kan sudah berjalan, yang Timor-Timor sudah diadili semua, 34 orang dibebaskan oleh MA karena Komnas HAM juga tidak bisa melengkapi bukti-bukti yang bisa meyakinkan hakim,” kata Mahfud, Kamis (18/8/2022) malam.

Dia mengatakan Komnas HAM selalu merasa sudah cukup, padahal Kejaksaan Agung kalah kalau tidak diperbaiki (kelengkapan bukti).

“Sudahlah yang seperti itu dari pada bolak-balik Kejagung-Komnas dan DPR, kita buka yang jalur non-yudisial ini sebagai pengganti KKR (Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi), kalau nunggu KKR Undang-undang lagi tidak jadi-jadi, sementara kita harus segara berbuat,” jelas Mahfud.

Meski begitu, dia tak mempersoalkan adanya kritik mengenai keputusan presiden (Keppres) tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu yang baru diteken Presiden Joko Widodo.

“Soal kritik biasalah saya senang ada kritik, saya tidak apa-apa. Kritik akan didengar dan dilaksanakan, anda boleh cek transparan masalah pelanggaran HAM berat kita selesaikan baik-baik,” ujar Mahfud.

Sebelumnya, Mekanisme non-yudisial sejak lama dikritik oleh kalangan sipil karena dapat dijadikan alibi pemerintah untuk tidak memproses kasus pelanggaran HAM berat secara yudisial.

Jurnalis: Agung Nugroho