Anggota Komisi IV DPR RI, Johan Rosihan. Dok: ist

JAKARTA – Anggota Komisi IV DPR RI, Johan Rosihan menilai adanya ide dari Bulog yang menyarankan pemerintah untuk segera melakukan impor beras karena stok CBP (cadangan beras pemerintah) yang kian menipis.

Mereka merinci, hanya tersisa 651 ribu ton stok beras saat ini. Menurut Johan, hal ini sebagai suatu bentuk pengkhianatan atas kedaulatan pangan nasional.

Dia menilai, kenapa pemerintah tidak mengoptimalkan membeli beras dari petani dalam negeri,

“Kalau alasannya produksi lokal lagi turun dan harga beras lokal lagi tinggi maka tidak masuk akal sebab harga beras di pasar internasional juga sedang naik, jadi jangan sampai pemerintah mengkhianati kedaulatan pangan karena adanya subordinasi,” ujar Johan dalam keterangan pers kepada IndonesiaParlemen.com di Jakarta, Jumat (18/11/2022)

Politisi Senayan ini juga menilai ide Bulog untuk segera melakukan impor juga sebagai bukti dari gagalnya program food estate yang selalu dibanggakan pemerintah. Untuk diketahui, program tersebut menelan anggaran begitu besar namun faktanya tidak bisa menjawab persoalan pangan nasional.

“Ketika ada ancaman krisis pangan, terbukti bahwa food estate adalah proyek gagal maka jangan sampai terjadi kita mengalami krisis beras dan bencana kelaparan akibat kesalahan pemerintah dalam kebijakan tata Kelola pangan nasional” ucap Johan.

Politisi PKS ini menegaskan kepada pemerintah untuk menghentikan ketergantungan yang tinggi terhadap pangan impor khususnya beras dan pangan pokok lainnya.

Oleh sebab itu, kata Johan, ketergantungan impor membuat neraca perdagangan selalu menjadi negative, impor pangan yang berlebih akan membuat stok pangan berlebih dan mengancam stabilitas harga pangan lokal karena tidak berdaya bersaing dengan produk impor.

Johan meminta  Bulog sebagai operator pangan, perlu segera merancang sistem stabilisator pasokan dan harga serta penguatan sarana pergudangan.

“Saya mengingatkan Bulog untuk fokus mewujudkan aksesabilitas pangan dengan menerapkan kebijakan mengendalikan impor pangan dan mengutamakan produksi pangan dalam negeri serta memperhatikan kesejahteraan petani,” tegas Johan.

Dia juga mengatakan adanya ancaman krisis pangan dimana produksi turun akibat berbagai hal maka pemerintah harus memulai adanya stok dan ketersediaan pangan yang didukung oleh basis data produksi yang akurat.

Disisi lain Legislator Sumbawa ini menyebut pemetaan konsumsi berdasarkan wilayah (spasial), melakukan perencanaan cadangan pangan nasional berdasarkan musim, waktu, sebaran penduduk, dan wilayah produksi dengan mempertimbangkan potensi wilayah setiap daerah.

“Hal ini jauh lebih penting dilakukan pemerintah ketimbang selalu berfikir impor, untuk mewujudkan stabilitas pangan melalui sistem ketersediaan, akses pangan dan pemanfaatan pangan yang selalu menjunjung nilai kedaulatan pangan nasional,” tutup Johan.

Jurnalis: Agung Nugroho