JAKARTA, INDONESIA PARLEMEN –
Unjuk rasa di Myanmar masih berlangsung sejak 1 Februari lalu militer kudeta pemerintahan sipil. Sabtu (20/2/2021), aparat menembaki pendemo yang menentang kudeta Aung San Suu Kyi.
Dari video yang beredar di media sosial (medsos), nampak pasukan keamanan menembaki pendemo dengan senjatanya di kota terbesar kedua Mandalay. Demonstran itu merupakan pekerja galangan kapal yang mogok.
Menurut keterangan dari Pelapor Khusus PBB untuk Myanmar, Tom Andrews mengatakan ini hal paling mengerikan yang telah terjadi. Korban, kata dia, salah satunya adalah seorang remaja laki-laki.
“Dari meriam air hingga peluru karet hingga gas air mata dan sekarang pasukan yang mengeras menembaki pengunjuk rasa damai. Kegilaan ini harus diakhiri, sekarang,” Ungkap dia dari akunTwitternya, dikutip dari Reuters.
Hingga saat ini, setidaknya sudah tiga korban tewas akibat bentrokan aparat dengan pendemo anti kudeta Myanmar. Sebelumnya, seorang perempuan berumur 21 tahun juga meregang nyawa setelah kepalanya ditembak 9 Februari lalu.
Sementara, aksi refresif aparat tak membuat demo surut. Hal ini memicu demo lagi pada Minggu (21/2/2020). Ribuan orang dilaporkan turun ke sejumlah titik di kota-kota besar di Myanmar. “Mereka membidik kepala warga sipil yang tidak bersenjata. Mereka membidik masa depan kami,” kata seorang pendemo di Mandalay.
Di Ibu Kota Yangon ribuan anak muda juga berkumpul di sejumlah lokasi berbeda. Mereka meneriakkan slogan meminta pemerintahan militer disudahi.
“Kami, kaum muda, memiliki impian kami, tetapi kudeta militer ini telah menimbulkan begitu banyak rintangan,” kata seorang pendemo Ko Pay.
Sementara wilayah utara Myitkyina, kerumunan juga berbaris meletakkan karangan bunga untuk para pengunjuk rasa yang tewas. Mereka berbaris di pusat kota Monywa dan Bagan, di Dawei dan Myeik bagian selatan, di Myawaddy dan Lashio bagian timur.
Peristiwa serupa juga terjadi di tempat wisata Danau Inle. Orang-orang termasuk para biksu Buddha melakukan aksi dengan naik ke perahu, membawa potret Suu Kyi dan menuliskan kata “Kudeta militer harus diakhiri”.
“Jumlah orang akan terus meningkat. Kami tak akan berhenti,” ujar pengunjuk rasa di Yangon Ton Nyyein Hmway.
Dalam sebuah konferensi pers di televisi, aparat mengatakan massa juga akan melakukan demo pada Senin (22/2/2021). Mereka menyebut aksi warga ini sebagai upaya memicu anarkis dan mendorong kaum muda ke jalur konfrontasi.
“Mereka akan menderita kehilangan nyawa,” tegas aparat di MRTV.
Menyoal kekisruhan yang terjadi di Myanmar, Amerika Serikat (AS) melalui Departemen Luar Negeri Ned Price mengatakan pihaknya sangat prihatin dengan kondisi Myanmar. Prancis, Singapura, Inggris dan Jerman juga mengutuk kekerasan yang dilalukan junta ke pendemo.
Sekjen PBB Antonio Guterres mengatakan yang dilakukan militer tak bisa diterima. “Penggunaan kekuatan mematikan, intimidasi & pelecehan terhadap demonstran damai tidak dapat diterima,” Ucapnya di Twitter.
(Red)
Tinggalkan Balasan