JAKARTA, INDONESIA PARLEMEN – AKBP Nasriadi Wakil Kepala Polres Metro Jakarta Utara, mengatakan debt collector yang mengepung Babinsa ditangkap pada Minggu (9/5/2021) pukul 15.00 WIB.
Mereka ditangkap atas laporan perbuatan tidak menyenangkan disertai ancaman kekerasan dan percobaan pencurian.
“Mendapatkan laporan terkait kejadian tersebut, kemudian Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Utara, AKBP Dwi Prasetyo Wibowo membentuk tim gabungan yang terdiri dari Unit Jatanras, Unit Resmob, dan Unit Reskrim Polsek Koja untuk mengungkap kasus ini,“ kata Nasriadi.
Kesebelas pelaku yakni GL, HL, JK, GYT, YA, JT, RS, FM, AM, DS, dan HL.
Diungkapkan Nasriadi, sebelas debt collector ini mendapatkan kuasa dari PT. Anugrah Cipta Kurnia Jaya. PT. Anugrah mendapatkan kuasa dari Clipan Finance.
“Lalu dari perusahaan tersebut, memberikan kuasa kepada saudara HL. Lalu HL memberitahukan kepada rekan-rekannya (para tersangka) untuk membantu proses penarikan,” ucap Nasriadi.
Dari penangkapan, Polisi menyita sejumlah barang bukti berupa empat rekaman video yang viral, satu unit Iphone 6S, tujuh pasang baju, celana, dan helm yang digunakan oleh para tersangka, tiga motor, visum korban, mobil Mobilio no polisi B 2683 BZK warna putih, dan surat kuasa penarikan mobil dari Clipan Finance kepada PT. Anugrah Cipta Kurnia Jaya. Kemudian dilakukan pemeriksaan oleh penyidik Polres Metro Jakarta Utara.
Perbuatan yang dilakukan debt collector ini tercantum pada pasal 335 ayat (1) dan Pasal 53 Jo 365 KUHP.
“Pasal (yang disangkakan) 335 ayat (1) KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 1 tahun dan Pasal 53 Jo 365 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 9 tahun,” katanya.
Ketetapan Mahkamah Konstitusi (MK)
Dilansir dari Kompas.com, Mahkamah Konstitusi telah memutuskan perusahaan kreditur (leasing) tidak bisa menarik atau mengeksekusi obyek seperti kendaraan atau rumah secara sepihak.
Sejak 6 Januari 2020 lalu, MK menyatakan, perusahaan kreditur harus meminta permohonan eksekusi kepada pengadilan negeri terlebih dahulu
“Penerima hak fidusia (kreditur) tidak boleh melakukan eksekusi sendiri melainkan harus mengajukan permohonan pelaksanaan eksekusi kepada pengadilan negeri,” demikian bunyi Putusan MK Nomor 18/PUU-XVII/2019.
Kendati demikian, perusahaan leasing tetap boleh melakukan eksekusi tanpa lewat pengadilan dengan syarat pihak debitur mengakui adanya wanpretasi dan sukarela menyerahkan kendaraan.
“Sepanjang pemberi hak fidusia (debitur) telah mengakui adanya “cidera janji” (wanprestasi) dan secara sukarela menyerahkan benda yang menjadi obyek dalam perjanjian fidusia, maka menjadi kewenangan sepenuhnya bagi penerima fidusia (kreditur) untuk dapat melakukan eksekusi sendiri (parate eksekusi),” lanjut MK.
Untuk itu, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus meminta agar pemilik kendaraan maupun rumah untuk melapor ke polisi jika obyeknya dirampas secara semena-mena tanpa melalui pengadilan.
Pihak leasing dianggap melanggar hukum jika melakukan perampasan lewat debt collector. Mereka bahkan dinilai melanggar hukum dan dapat dikenakan pasal berlapis sesuai aksinya dalam melakukan perampasan.
Jika hal tersebut terjadi, maka bisa dikenakan KUHP Pasal 368 tentang perampasan dengan ancaman hukuman 9 tahun penjara atau Pasal 365 (pencurian dengan kekerasan) dan Pasal 378 (penipuan).
Editor: Redaksi
Tinggalkan Balasan