JAKARTA, INDONESIA PARLEMEN – Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari menduga ada dendam pribadi dari Komisaris Jenderal Firli Bahuri srlaku Ketua KPK di balik penonaktifan 75 pegawai.
Dari beberapa nama yang dinyatakan tak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK) itu pernah menuntut agar Firli diperiksa karena diduga melanggar kode etik KPK. Mereka juga diketahui pernah mengkritik dan berbeda pendapat dengan Firli.
“Jadi, begitu Pak Firli masuk ke KPK, beberapa orang yang menyapanya langsung dituding sebagai orang yang pernah ikut mendemo dirinya,” kata Feri dalam tayangan video Blak-blakan detikcom, Selasa (11/5/2021).
Lantas Feri mensinyalir, dendam pribadi itu dikemas lewat TWK dengan pertanyaan-pertanyaan yang absurd, menyalahi aturan dan melecehkan agama.
“Bagi saya Pak Firli ini adalah boneka yang digerakkan oleh banyak orang untuk menghantam 75 orang ini,” Ucap Feri Amsari.
Sebelum dilantik sebagai Ketua KPK pada 20 Desember 2019, Firli pernah menjabat Deputi Penindakan di KPK, April 2018 – Juni 2019. Saat itulah dia diduga melakukan pelanggaran etik berat di KPK, yakni bertemu dengan pihak yang terseret perkara korupsi, bertemu pimpinan parpol, hingga menjemput wakil ketua BPK dan menerima di ruangannya.
Begitu juga aaat menjalani uji kompetensi dan kepatutan di DPR, Firli pernah menjelaskan semua hal itu dan diterima. Buktinya Firli mendapat dukungan suara terbanyak untuk memimpin KPK.
Feri AAmsari mengatakan 75 pegawai yang dinyatakan tidak lulus TWK itu justru yang selama ini paling berintegritas dan profesional dalam mengemban tugas pemberantasan korupsi. Feri membagi mereka ke dalam tiga kluster, yakni Ketua Satgas atau pemimpin lapangan seperti Novel Baswedan, Yudi Purnomo, dan Harun Al Rasyid yang baru saja memimpin OTT Bupati Nganjuk.
Dan yangj kedua adalah anggota satgas yang banyak menangani kasus-kasus besar dan korupsi yang melibatkan partai politik atau tokoh tertentu. Juga ada figur-figur pembuat kebijakan internal maupun eksternal yang betul-betul membantu upaya pemberantasan korupsi, baik itu berupa pencegahan atau upaya penindakan.
“Mereka yang ada di tiga kluster tersebut selama ini sangat ditakuti para koruptor. Sebab mereka sangat aktif dalam upaya operasi tangkap tangan. Mereka dinilai lihai untuk menemukan celah dan mencari jalan tikus agar para koruptor bisa ditemukan,” Katanya.
Editor: Redaksi
Tinggalkan Balasan