JAKARTA – Dwi Cahyo Afrianto, sopir taksi online yang jadi korban pengeroyokan debt collector di daerah Tebet, Jakarta Selatan pada 13 Mei 2020 kini tengah berjuang mencari keadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Aksi pengeroyokan terhadap Dwi sempat viral.
Dwi bersama istrinya Deni Liana pun akhirnya menggugat perusahaan leasing sebagai perusahaan yang mempekerjakan debt collector tersebut. Gugatan korban penganiayaan bernomor 882/Pdt.G/2020/PN.JKT.SEL digelar sidang, Rabu (9/6/2021).
Dijelaskan Kuasa Hukum Dwi Cahyo Afrianto dari LBH Yuris Keadilan Anak Bangsa, A Noer Ally, gugatan terhadap perbuatan melawan hukum yang dilakukan debt collector dari PT U Finance Indonesia itu telah bergulir sejak 11 November 2020.
Dia mengungkapkan aksi penganiayaan sejumlah debt collector PT U Finance terhadap kliennya diawali aksi perampasan sepeda motor jenis Honda Beat milik Dwi. Padahal Dwi diketahui menunggak pembayaran cicilan kendaraan roda empat jenis Honda Mobilio akibat terdampak pandemi Covid-19 bukan Honda Beat.
Pernah Dwi dan istri mengajukan upaya relaksasi kredit yang digaungkan Presiden Joko Widodo. Namun, upayanya ditolak PT U Finance Indonesia.
Ketika mengkonfirmasi soal penarikan paksa seunit sepeda motor Beat karena tidak ada kaitannya dengan perjanjian kredit, klien kami malah diusir dan dianiaya oleh para penagih utang yang dipekerjakan PT U Finance Indonesia,” Ucal Noer di Bogot, Selasa (8/6/2021).
Dia mengungkapkan, pelaku menganiaya kliennya hingga terluka malah tak diproses hukum. Padahal, para penagih utang tersebut sadis dan telah dilaporkan ke jajaran Polsek Tebet melalui pelaporan bernomor LP/K/37/V/2020/Sek.Tebet.
“Saat diwawancarai sejumlah media, kepolisian menyebut akan memproses dan mencari para pelakunya. Namun sampai saat ini, kami tidak pernah menerima informasi apapun terkait pelaporan tersebut,” ujar Noer.
Noer menambahkan, kliennya Deni Liana selaku kreditur PT U Finance Indonesia memiliki perjanjian pembiayaan kendaraan roda empat jenis Honda Mobilio bernopol B 2168 UFN dengan jangka waktu 60 bulan. Pembayaran ini terhitung sejak 19 September 2017 hingga 19 September 2022.
Cicilan mobilnya perbulan kurang lebih Rp5,2 juta. Sejak perjanjian pembiayaan berlaku efektif, Liana selalu tertib membayar selama 29 bulan dengan nilai total Rp151 juta.
Sebelumnya, ia juga telah membayar uang muka sebesar Rp40 juta dan biaya admministrasi, asuransi, biaya fidusia, biaya provisi dan notaris senilai Rp28,9 juta. Dengan demikian, jika ditotalkan menjadi Rp219.642.569.
“Angka ini sudah melebihi dari harga maksimum Pembiayaan dari PT.U Finance Indonesia selaku selaku leasing atau lembaga pembiayaan non-bank yaitu sebesar Rp204.469.278,” jelas Noer.
Dia mengatakan, dari pengakuan kliennya sejak awal bertransaksi dengan PT U Finance Indonesia sangat janggal. Ia menyampaikan hal ini harus menjadi pelajaran bagi masyarakat umum.
Sebab, saat mengawali penandatanganan kontrak pembiayaan, kliennya karena ketidaktahuan dan awam, tidak diberikan kesempatan dan penjelasan dari karyawan yang melayaninya.
Editor: Redaksi
Tinggalkan Balasan