JAKARTA – Bantahan dilontarkan Badan Intelijen Negara (BIN) terkait pledoi Rizieq Shihab, terdakwa kasus dugaan penyiaran berita bohong soal tes usap di Rumah Sakit (RS) Ummi Bogor, terkait kesepakatan antara dirinya dengan Kepala BIN, Budi Gunawan.
Nota pembelaan tersebut mengungkapkan adanya kesepakatan melalui pertemuan antara Rizieq dan Budi Gunawan di Arab Saudi pada Juni 2017.
“Tentang isu pertemuan dengan Pak BG (Budi Gunawan) di Arab Saudi tidak pernah terjadi,” kata Deputi VII BIN, Wawan Hari Purwanto, Jumat (11/6/2021).
Adapun hasil kesepakatan tersebut, menurut Rizieq, kemudian dibubuhkan dalam sebuah surat yang dibawa ke Jakarta.
Wawan menegaskan, pihaknya sejauh ini tidak pernah melihat surat kesepakatan tersebut. Menurutnya, MoU yang dijalin BIN selama ini hanya antar lembaga saja, bukan perorangan.
Pada setiap MoU, kata Wawan, biasanya dituangkan dalam surat dan kop suratnya berlogo instansi resmi.
“Karena saya belum pernah melihat maka belum bisa memberi konfirmasi. Di BIN sendiri tidak ada arsip surat dimaksud, biasanya jika ada MoU pasti ada arsip. Maka seyogyanya perihal surat tersebut ditanyakan otentikasinya ke MRS,” kata Wawan.
Di sisi lain, Wawan meminta agar hal tersebut dikonfirmasi ke hakim. Hal itu mengingat informasi tersebut muncul dalam persidangan.
“Karena ini sudah masuk di persidangan, maka jika surat tersebut ditunjukkan, hakimlah yang menilai keabsahan dan kebenaran surat itu secara hukum setelah ada uji forensik,” terang Wawan.
Rizieq mengklaim, tahun pertama dia di Arab Saudi sebelum dirinya dicekal, ia selalu membuka diri dan mengajak Pemerintah Indonesia berdialog dan menyelesaikan konflik dengan dirinya demi menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Pada akhir Mei 2017, saat saya berada di Kota Tarim, Yaman, saya ditelepon Menko Polhukam Jenderal TNI (Purn) Wiranto dan beliau mengajak saya dan kawan-kawan untuk membangun kesepakatan agar tetap membuka pintu dialog dan rekonsiliasi,” kata Rizieq dalam persidangan, kemarin.
Pihaknya pun menyambut baik imbauan Wiranto.
“Lalu sekitar awal Juni 2017, saya bertemu dan berdialog langsung dengan Kepala Badan Intelijen Negara Jenderal Polisi (Purn) Budi Gunawan bersama timnya di salah satu hotel berbintang lima di Kota Jeddah, Arab Saudi,” lanjut Rizieq.
Hasil pertemuan itu, kata dia, sangat bagus. Kedua belah pihak membuat kesepakatan tertulis.
Yang ditandatangani oleh saya dan Komandan Operasional BIN Mayjen TNI (Pur) Agus Soeharto di hadapan Kepala BIN dan timnya,” kata Rizieq.
Surat tersebut kemudian dibawa ke Jakarta, diperlihatkan serta ditandatangani juga oleh Ketua Umum MUI Pusat Ma’ruf Amin yang kini menjadi Wakil Presiden RI.
“Di antara isi kesepakatan tersebut adalah ‘stop semua kasus hukum saya dan kawan-kawan’,” kata Rizieq.
Surat tersebut kemudian dibawa ke Jakarta, diperlihatkan serta ditandatangani juga oleh Ketua Umum MUI Pusat Ma’ruf Amin yang kini menjadi Wakil Presiden RI.
“Di antara isi kesepakatan tersebut adalah ‘stop semua kasus hukum saya dan kawan-kawan’,” kata Rizieq.
Dalam perjanjian itu, kata Rizieq, dia siap mendukung semua kebijakan pemerintahan Jokowi Widodo selama tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam dan konstitusi Negara Indonesia.
Dan saya juga dua kali bertemu dan berdialog langsung dengan Kapolri Jenderal Polisi (Pur) Muhammad Tito Karnavian pada 2018 dan 2019 di salah satu hotel berbintang lima di dekat Masjidil Haram Kota Suci Mekkah,” ujar Rizieq.
Dalam dua pertemuan tersebut, ujar Rizieq, dia menekankan bahwa dia siap tidak terlibat dengan urusan politik praktis terkait Pilpres 2019 dengan tiga syarat.
Ketiga syarat itu ialah ‘stop penodaan agama’, ‘stop kebangkitan PKI’, dan ‘stop penjualan aset negara ke asing maupun aseng’.
Namun sayang sejuta sayang, dialog dan kesepakatan yang sudah sangat bagus dengan Menko Polhukam RI dan Kepala BIN serta Kapolri saat itu akhirnya semua kandas akibat adanya operasi intelijen hitam berskala besar yang berhasil memengaruhi Pemerintah Arab Saudi,” lanjut Rizieq.
“Sehingga, saya dicekal atau diasingkan dan tidak bisa pulang ke Indonesia,” lanjutnya lagi dalam pleidoinya itu.
Menurut Rizieq, operasi itu dilakukan untuk memenjarakan dirinya.
Jaksa telah menuntut Rizieq dengan hukuman enam tahun penjara dalam kasus tes usap di RS Ummi. Rizieq, menurut jaksa, diyakini bersalah dan melanggar dakwaan primer, yakni Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1.
Tinggalkan Balasan