JAKARTA – Said Iqbal Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengungkapkan terjadi perbudakan modern (modern slavery) di PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN terhadap pekerja alih daya (outsourcing). Ini disinyalir akibat dari berbagai kebijakan PLN tak membuat karyawan outsourcing sejahtera.
Dijelaskan Said, setidaknya ada empat hal yang membuktikan bahwa telah terjadi perbudakan modern di PLN. Pertama, pekerjaan yang diberikan tumpang tindih.
“Jadi campur aduk, seenak-enaknya. PLN ini seenak-enaknya. Dibiayai oleh pajak rakyat, tapi memperbudak rakyat,” Kata Said dalam konferensi pers, Kamis (10/6/2021).
Permasalahan berikutnya yakni buruh outsourcing bekerja di vendor (agen). Namun, mereka mendapatkan perintah kerja dari direksi PLN.
“THR nya misalnya dibayar di bawah ketentuan menteri. Negara macam apa ini, PLN sudah kelewatan ini,” ujar Said.
Lalu persoalan lembur atau kelebihan jam kerja tidak dibayarkan. Sementara, pekerja outsourcing seringkali menjadi garda terdepan jika ada kerusakan listrik di suatu daerah.
“Negara macam apa ini. PLN sudah kelewatan ini,” keluh Said.
Dia juga mengungkapkan ada instruksi yang diberikan direksi PLN di luar kontrak yang diteken perusahaan dengan vendor. Artinya, PLN memberikan pekerjaan di luar kontrak dengan vendor.
“Jahanam sekali ini PLN,” ucapnya.
Persoalan berikutnya yakni pembayaran tunjangan hari raya (THR) tak sesuai aturan yang berlaku dalam 10-15 tahun terakhir. Selain itu, Said mengklaim pembayaran THR oleh PLN juga tak sesuai dengan Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/6/HK.04/IV/2021 tentang Pelaksanaan Pemberian THR Keagamaan Tahun 2021 Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan dan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.
“THR yang diterima oleh seluruh outsourcing PLN di seluruh Indonesia tidak sesuai aturan, baik PP 78 Tahun 2015, SE Menteri Ketenagakerjaan, maupun aturan yang selama ini berlaku hampir 10 tahun-15 tahun terakhir,” Terang Said.
Maka dari itu Said mengatakan buruh outsourcing PLN mengancam mogok nasional dalam waktu dekat. Sebelum mogok, buruh outsourcing akan melakukan aksi nasional terlebih dahulu di kantor pusat PLN.
Apabila aksi nasional ini tak memberikan jalan keluar yang diharapkan pekerja outsourcing PLN, maka baru dilakukan mogok nasional. Aksi nasional rencananya akan dilakukan pertengahan bulan ini.
Dalam aksi tersebut, ada beberapa tuntutan untuk PLN. Pertama, pecat direksi dan komisaris PLN.
Kedua, cabut peraturan direksi (perdir) PLN terkait pembayaran THR 2021. Said meminta PLN kembali memasukkan kembali tunjangan kinerja dan tunjangan delta sebagai komponen THR 2021.
Ketiga, kembalikan kesepakatan antara Kementerian BMN saat dinahkodai Dahlan Iskan dengan DPR terkait pekerja outsourcing yang bisa diangkat menjadi karyawan tetap setelah bekerja lebih dari lima tahun.
Keempat, buat perjanjian kerja bersama antara pekerja outsourcing dengan PLN terkait status karyawan. Kelima, meminta DPR memanggil direksi PLN untuk membayar THR karyawan outsourcing sesuai ketentuan.
Vice President Hubungan Masyarakat PLN Arsyadany G Akmalaputri mengatakan pihaknya mematuhi ketentuan yang berlaku sesuai dengan Undang-Undang (UU) Ketenagakerjaan. Hal ini termasuk urusan THR kepada pegawai outsourcing.
Dalam hal pembayaran THR, PLN memastikan telah memenuhi segala kewajiban yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 tentang THR Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan,” ungkap Arsyadany dalam keterangan resmi, Kamis (10/6/2021).
Dia beranggapan, permasalahan THR dan pengupahan pekerja vendor merupakan ranah hubungan industrial antara pekerja vendor dengan perusahaan pekerja. Artinya, hal ini bukan menjadi urusan PLN.
Editor: Redaksi
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan